Selasa, 01 September 2009

Gambaran Umum Ilmu Bahasa (Linguistik)

Oleh: Deny A. Kwary

I. Pendahuluan
Dalam berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau ‘studi ilmiah mengenai bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:
“The scientific study of language and its structure, including the study of grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Program studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan sampai post-doctoral program telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti University of California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of Technology (MIT), University of Edinburgh, dan Oxford University. Di Indonesia, paling tidak ada dua universitas yang membuka program S1 sampai S3 untuk ilmu bahasa, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Katolik Atma Jaya.

II. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik modern.
2. 1 Tata Bahasa Tradisional
Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer diikuti oleh kaum naturalis; pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.
Pada awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa Yunani" , penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.
Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad 2 SM) merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic. Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis (voice) dan modus.
Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M) juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang berpengaruh sampai ke abad pertengahan.
Selama abad 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak lain adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun oleh Donatus.
Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik" , yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.
Tradisi tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad 5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria.
Selain di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang perlu diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bemama Panini (abad 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam kitab suci Weda.
Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.

2. 2 Linguistik Modern
2. 2. 1 Linguistik Abad 19
Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1. Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2. Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3. Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4. Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5. Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6. Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7. Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8. Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9. Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:
1) Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.
2) Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
3) Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.

2. 2. 2 Linguistik Abad 20
Pada abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). Ciri-cirinya:
1) Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
2) Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
3) Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.
4) Penelitian teoretis sangat berkembang.
5) Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
6) Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis
Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran Saussure:
(1) Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
(2) Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
(3) Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad 19. Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4) Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5) Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6) Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7) Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
(8) Dibedakan antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau mendahului.
Gerakan strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867).
Tokoh linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.
Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran Sapir berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Murid Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).
Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.

III. Paradigma
Kata paradigma diperkenalkan oleh Thomas Khun pada sekitar abad 15. Paradigma adalah prestasi ilmiah yang diakui pada suatu masa sebagai model untuk memecahkan masalah ilmiah dalam kalangan tertentu. Paradigma dapat dikatakan sebagai norma ilmiah. Contoh paradigma yang mulai tumbuh sejak zaman Yunani tetapi pengaruhnya tetap terasa sampai zaman modern ini adalah paradigma Plato dan paradigma Aristoteles. Paradigma Plato berintikan pendapat Plato bahwa bahasa adalah physei atau mirip dengan realitas, disebut juga non-arbitrer atau ikonis. Paradigma Aristoteles berintikan bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip dengan realitas, kecuali onomatope, disebut arbitrer atau non-ikonis. Kedua paradigma ini saling bertentangan, tetapi dipakai oleh peneliti dalam memecahkan masalah bahasa, misalnya tentang hakikat tanda bahasa.
Pada masa tertentu paradigma Plato banyak digunakan ahli bahasa untuk memecahkan masalah linguistik. Penganut paradigma Plato ini disebut kaum naturalis. Mereka menolak gagasan kearbitreran. Pada masa tertentu lainnya paradigma Aristoteles digunakan mengatasi masalah linguistik. Penganut paradigma Aristoteles disebut kaum konvensionalis. Mereka menerima adanya kearbiteran antara bahasa dengan realitas.
Pertentangan antara kedua paradigma ini terus berlangsung sampai abad 20. Di bidang linguistik dan semiotika dikenal tokoh Ferdinand de Saussure sebagai penganut paradigma .Aristoteles dan Charles S. Peirce sebagai penganut paradigma Plato. Mulai dari awal abad 19 sampai tahun 1960-an paradigma Aristoteles yang diikuti Saussure yang berpendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang arbitrer digunakan dalam memecahkan masalah-masalah linguistik. Tercatat beberapa nama ahli linguistik seperti Bloomfield dan Chomsky yang dalam pemikirannya menunjukkan pengaruh Saussure dan paradigma Aristoteles. Menjelang pertengahan tahun 60-an dominasi paradigma Aristoteles mulai digoyahkan oleh paradigma Plato melalui artikel R. Jakobson "Quest for the Essence of Language" (1967) yang diilhami oleh Peirce. Beberapa nama ahli linguistik seperti T. Givon, J. Haiman, dan W. Croft tercatat sebagai penganut paradigma Plato.

IV. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
4. 1 Fonetik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.

4. 2 Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

4. 3 Morfologi
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

4. 4 Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

4. 5 Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.
4. 6 Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang bersifat akademik.
Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.

4. 7 Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.

V. Penutup
Penelitian bahasa sudah dimulai sejak abad ke 6 SM, bahkan perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan sudah dibangun sejak awal abad 3 SM di kota Alexandria. Kamus bahasa Inggris, Dictionary of the English Language, yang terdiri atas dua volume, pertama kali diterbitkan pada tahun 1755; dan pada tahun 1884 telah diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume. Antara 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya.
Salah satu buku awal yang menjelaskan mengenai ilmu bahasa adalah buku An Introduction to Linguistic Science yang ditulis oleh Bloomfield pada tahun 1914. Jurnal ilmiah internasional ilmu bahasa, yang berjudul International Journal of American Linguistics, pertama kali diterbitkan pada tahun 1917.
Ilmu bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English Langauge, yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge Grammar of the English Language, tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman, ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional dari lima negara.


Pustaka Acuan
Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.
Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.

STRUKTUR ELEMEN DAN TIPE-TIPE KONSTRUKSI KATA MAJEMUK

Unsur-unsur yang membentuk sebuah kata majemuk tidak hanya bervariasi berdasarkan jenis katanya, tetapi beragam pula apabila dilihat berdasarkan jenis/status elemennya. Sebelum menapak ke uraian berikutnya ada baiknya mengingat kembali beberapa konsep jenis elemen yang memungkinkan menjadi unsur kata majemuk. Elemen-elemen itu adalah kata, pokok kata, akar, dan morfem unik.
Kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi unsur bebas yang lebih kecil. Tangan, ibu, kota, jari dan sebagainya adalah beberapa contohnya. Sebagai bentuk bebas kata biasanya dapat diisolasikan, seperti pada sifat kata ibu di bawah ini.
Ayah akan bertemu ibu.
Ayah akan bertemu dengan ibu.
Ayah akan bertemu paman dan ibu.
Anda dipersilakan menguji sendiri kata tangan, kota, dan jari dengan cara seperti (1), (2), dan (3) sehingga terbukti bahwa ketiga bentuk lingual ini adalah kata.
Kata beli, tukar, dengar, ukur, dan sebagainya adalah calon kata yang sebenarnya belum dapat berdiri sendiri. Bentuk-bentuk ini akan menjadi kata apabila diberi imbuhan sehingga menjadi membeli, ditukar, terdengar, pengukur, dan sebagainya. Bentuk-bentuk yang tergolong pokok kata ini dapt digunakan untuk membentuk kalimat perintah tanpa bantuan afiks, seperti terlihat dalam kalimat berikut ini.
Beli saja buku itu!
Kalau rusak, tukar saja dengan yang baru.
Dengar baik-baik keterangan gurumu.
Ukur kekuatanmu sebelum memutuskan mengerjakan tugas itu.
Akar adalah bentuk asal yang terikat. Satuan lingual yang disebut akar ini tidak dapat berdiri, dan tidak dapat digunakan sebagai kata kerja kalimat perintah tanpa diikuti oleh afiks lain. Contoh satuan lingual ini misalnya juang, temu, sua, tengger, dan sebagainya. Seperti terlihat dalam kalimat di bawah ini.
(8)* Juang sekuat tenaga
(9)* Temu orang itu.
(10)* Tengger di dahan yang kuat!
Akhirnya morfem unik adalah morfem yang hanya dapat bergabung dengan satu morfem saja. misalnya: gulita hanya bergabung dengan morfem gelap, benderang hanya dapat bergabung dengan terang, jelita hanya dapat bergabung dengan cantik, dan sebagainya. Dengan demikian, di dalam bahasa Indonesia hanya ada gabungan terang benderang, gelap gulita, dan cantik jelita.
Dengan titik tolak ini dapatlah kemudian diketahui kemungkinan-kemungkinan struktur elemen-elemen pembentuk kata majemuk bahasa itu. Kemungkinan-kemungkinan itu adalah seperti berikut ini.
kata + kata
kata + pokok kata
pokok kata + kata
kata + akar
akar + kata
kata + morfem unik
pokok kata + pokok kata
Kata majemuk berstruktur kata + kata
Kata majemuk berstruktur kata + kata tidak begitu sukar ditemui di dalam bahasa Indonesia tangan kanan, panjang tangan, kamar mandi, rumah sakit, dan sebagainya adalah kata majemuk-kata majemuk yang tergolong ke dalam tipe ini.
Kata majemuk berstruktur kata + pokok kata
Di dalam bahasa Indonesia ada kata majemuk siap tempur, kuda balap, mobil balap, jam kerja, dan sebagainya yang terdapat dalam kaliamat di bawah ini.
Dia sekarang dalam kondisi siap tempur.
Ayah kemarin membeli kuda balap.
Mobil balapnya berharga ratusa juta rupiah.
Jam kerja bagi pegawai negeri akan diperpanjang.
Kata majemuk berstruktur pokok kata + kata
Kata majemuk balap mobil, lomba panah, perang tombak, perang mulut, dan sebagainya adalah kata majemuk yang berstruktur pokok kata + kata. Adapun penggunaanya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini .
Kami akan menyaksikan balap mobil di Sentul minggu depan.
Lomba panah tidak dipertandingkan dalam kejuaraan ini.
Perang tombak anatara kedua belah pihak tidak dapat dihindari.
Petrang mulut antara teman adalah perbuatan yang tidak terpuji.
Anda dipersilakan mencoba mencari contoh lain kata majemuk tipe ini.
Kata majemuk berstruktur kata + akar
Kata majemuk daya juang, daya tempur, merupakan 2 contoh kata majemuk yang berstruktur kata + akar. Adapun contoh penggunaannya adalah kalimat di bawah ini.
Daya juang pemuda itu tidak pernah surut.
Pesawat itu memiliki daya tempur yang cukup mengagumkan.
Agaknya kata majemuk tipe ini tidak terlalu banyak jumlahnya di dalam bahan Indonesia sehingga untuk mencari contohnya yang lain tidak begitu mudah.
Kata majemuk berstruktur akar + kata
Dari akar kata temu dapat dibuat sejumlah kata majemuk berstruktur akar + kata seperti temu karya, temu ilmiah, temu muka, temu alumni, dan sebagainya seperti yang digunakan dalam kalimat berikut ini.
Temu karya itu tidak jadi diselenggarakan.
Fakultas sastra akan mengadakan temu ilmiah di Cisarua.
Antara tersangka dan saksi belum pernah mengadakan temu muka.
Temu alumni SMU kami sudah diadakan tahun lalu.
Kata majemuk berstruktur kata + morfem unik
Kata majemuk terang benderang, cantik jelita, gelap gulita, gegap gempita, dan sebagainya. Yang terdapat dalam kalimat di bawah ini merupakan kata majemuk yang berstruktur kata + morfem unik.
Hari ini cuaca terang benderang.
Ia melihat gadis yang cantik jelita.
Keadaan di dalam gua gelap gulita.
Begitu dapat menyarangkan bola, para pendukungnya bersorak gegap gempita.
Kata majemuk berstruktur pola kata + pokok kata
Di dalam bahasa Indonesia terdapat kata majemuk serah terima, jual beli, candak kulak, timbang terima, dan sebagainya . Apabila diamati elemen-elemennya, maka kata majemuk ini tergolong berstruktur elemen pokok kata + pokok kata. Untuk ini, dapat diperhatikan kalimat (29) sampai dengan (32) di bawah ini .
Serah terima jabatan Kapolda DIY akan dilakukan pagi ini.
Jual beli kendaraan bekas sekarang ini semakin meningkat.
Beliau sebenarnya sudah sah menjadi rektor, tetapi belum timbang terima dengan rektor yang lama.
Tipe konstruksi kata majemuk
singkat tipe-tipe konstruksi kata majemuk bahasa Indonesia. Tipe konstruksi ini bersangkutan dengan kedudukan unsur-unsur kata majemuk. Secara sederhana kata majemuk-kata majemuk itu dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni
Kata majemuk setara.
Kata majemuk tak setara.
Kata majemuk setara
Kata majemuk setara adalah kata majemuk yang unsur-unsur pembentuknya memiliki kedudukan yang sama, seperti kaki tangan, gegap gempita, serah terima, dan sebagainya. Adapun penggunaanya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.
Ali adalah kaki tangan orang jahat.
Sorak sorai penonton gegap gempita di lapangan sepak bola.
Apakah serah terima jabatan bupati sudah dilaksanakan?
Unsur kaki dan tangan, gegap dan gempita, serah dan terima pada kata majemuk di atas memiliki kedudukan yang sama. Contoh lain misalnya: peluk cium, tabrak lari, remuk redam, dan sebagainya.
Selanjutnya Anda dipersilakan mencari contoh dari kata majemuk tipe ini.
Kata majemuk tak setara
Kata majemuk tak setara adalah kata majemuk yang dibentuk dari unsur-unsur kata tak setara. Salah satu unsur kata majemuk itu kedudukannya lebih tinggi daripada yang lain, seperti kamar mandi, tangan kanan, makan hati, kambing hitam, meja hijau, dan sebagainya seperti terlihat dalam kalimat di bawah ini.
Setiap hari dia membersihkan kamar mandi.
Tangan kanan pemerintah sudah tidak dapat diandalkan.
Setiap saat dia makan hati.
Siapa kambing hitam peristiwa berdarah itu.
Karena kejahatannya ia diseret ke meja hijau.
Kata kamar, tangan, makan, kambing, dan meja pada (36) sampai dengan (40) di atas merupakan unsur yang kedudukannya lebih tinggi, sedangkan unsur-unsur yang mengikutinya, yakni mandi, kanan, hati, hitam, dan hijau hanya sebagai unsur penjelas atau penerangnya.
Tidak selamanya unsur yang berkedudukan lebih tinggi terletak di depa. Kata majemuk-kata majemuk yang diambil dari bahasa Sansekerta atau Jawa Kuno memiliki urutan sebaliknya. Kata putera, pura, dan karya berikut misalnya yang masing-masing berfungsi sebagai unsur pusat terletak di belakang. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.
Perusahaan bumi putera harus mendapatkan suntikan dana di pemerintah.
Yogyakarta telah merebut piala adipura.
Semua orang harus menghargai adikarya seseorang.
Kata majemuk yang unsur pusatnya didepan jauh lebih banyak dibandingkan dengan kata majemuk yang unsur pusat letaknya di belakang

Cara Menggunakan Portofolio Siswa

Portofolio siswa merepresentasikan kualitas pembelajaran siswa. Meskipun guru memberi tes, pekerjaan rumah, tugas tugas, dan proyek portofolio dapat menyajikan secara keseluruhan. Pandangan yang lebih menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari dan diselesaikan oleh siswa. Aspek aspek penting dari peran guru dalam menggunakan portofolio terjadi pada (a) sebelum pengajaran atau pemberian nilai dimulai, (b) selama pengajaran dan pemberian nilai berlangsung, dan (c) setelah pengajaran atau pemberian nilai.

Langkah pertama adalah persiapan untuk menggunakan portofolio. Pedoman untuk ini diberikan sebagai berikut. (1) Putuskan jenis portofolio apa yang akan digunakan. Apakah secara individu atau kelompok; (2) Identifikasi tujuan dari portofolio; (3) Pilihlah kategori kategori pekerjaan apa yang akan dimasukkan dalam portofolio; (4) Mintalah siswa memilih hal hal yang akan dimasukkan dalam portofolio; (5) Putuskan bagaimana portofolio tersebut dinilai dan dievalusi.

Dalam merencanakan bagaimana menggunakan portofolio sebagai bagian dari proses penilaian jangan mencoba terlalu banyak dengan suatu program portofolio. Mulailah secara pelan pelan. Jangan coba menggunakan portofolio untuk menilai segala sesuatunya.

Langkah kedua adalah mengatur portofolio selama penelitian. Portofolio diatur dengan cara berikut ini. (1) Proses portofolio. Guru menjelaskan kepada siswa kategori contoh pekerjaan siswa yang akan dimasukkan ke dalam portofolio; (2) Rubrik. Guru mengembangkan rubrik penilaian untuk menilai dan mengevaluasi pekerjaan siswa; (3) Tugas tugas. Siswa menyelesaikan tugas-tugas mengetahui bahwa beberapa atau semua dari mereka akan dimasukkan ke portofolio final. Semua tugas tugas mungkin dapat ditempatkan di portofolio; (4) Penilaian Diri. Siswa merefleksi dan menilai dirinya sendiri tentang kualitas dan kuantitas pekerjaannya dan kemajuannya dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Langkah ketiga, adalah mengatur proses portofolio pada akhir dari pemberian nilai. Portofolio harus lengkap, penilaian terhadap portofolio harus dibuat dan diorganisasi dalam suatu representasi atau kerja kelompok. (Muhammad Faiq Dzaki)

Hakikat Pengelolaan Kelas

A. Apa sumber belajar itu?Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.
B. Apa fungsi sumber belajar?
Sumber belajar memiliki fungsi :
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
Fungsi-fungsi di atas sekaligus menggambarkan tentang alasan dan arti penting sumber belajar untuk kepentingan proses dan pencapaian hasil pembelajaran siswa
C. Ada berapa jenis sumber belajar?
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
2. Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
D. Apa kriteria memilih sumber belajar?
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: (1) ekonomis: tidak harus terpatok pada harga yang mahal; (2) praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (3) mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita; (4) fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional dan; (5) sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tujuan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
E. Bagaimana memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar?
Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar.
Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar terdiri dari : (1) lingkungan sosial dan (2) lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam.
Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey, karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan alam terbuka.Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti : menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan materi di dalam kelas. Agar penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya.
F. Bagaimana prosedur merancang sumber belajar?Secara skematik, prosedur merancang sumber belajar dapat mengikuti alur sebagai berikut:

Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu disadari oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) melalui keempat tahap ini. Harap diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar.
Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam. Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita. Kita berekreasi dengan anggota keluarga, melakukan pekerjaan lain, atau hanya duduk termenung. Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang mengalami proses pengeraman yang menanti saatnya untuk segera “menetas”.
Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain.
Jika hal-hal itu terjadi, sebaiknya gagasan yang muncul dan amat dinantikan itu segera dicatat, jangan dibiarkan hilang kembali sebab momentum itu biasanya tidak berlangsung lama. Tentu saja untuk peristiwa tertentu, kita menuliskannya setelah selesai melakukan pekerjaan. Jangan sampai ketika kita sedang mandi, misalnya, kemudian keluar hanya untuk menuliskan gagasan. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang pembelajar menulis yang baik selalu menyediakan ballpoint atau pensil dan kertas di dekatnya, bahkan dalam tasnya ke mana pun ia pergi.
Seringkali orang menganggap iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama atau pernah memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dikatakan ilham tidak lebih dari proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi dari usaha dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang.
Keempat, tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi, pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial, budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

C. Proses Kreatif dalam Menulis

Menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan dalam menuliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan katanya (diksi) kurang tepat dan tidak mengena sasaran, serta variasi kata dan kalimatnya kering.
Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu disadari oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) melalui keempat tahap ini. Harap diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar.
Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam. Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita. Kita berekreasi dengan anggota keluarga, melakukan pekerjaan lain, atau hanya duduk termenung. Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang mengalami proses pengeraman yang menanti saatnya untuk segera “menetas”.
Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar.
Keempat, tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain.
Keterampilan menulis adalah keterampilan proses. Mengajarkan keterampilan menulis seyogyanya lebih ditekankan pada proses menghasilkan satu tulisan, lebih pada bagaimana siswa secara bertahap mampu membuat karya tulis, tulisan tentang apa pun yang mereka tahu dan mereka sukai. Berikut ini lima terobosan yang diajukan A Chaedar (2005) dalam pelajaran bahasa agar siswa mampu menulis, yaitu:
1. Giatkan menulis kolaboratif
Kolaborasi adalah suatu teknik pengajaran menulis dengan melibatkan sejawat atau teman untuk saling mengoreksi. Sejawat yang diajak berkolaborasi itu disebut kolaborator. Dalam kelas besar, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil membentuk literracy circle, terdiri atas tiga atau empat orang. Masing-masing anggota membaca karangan atau tulisan teman dalam kelompoknya. Sewaktu membaca, kolaborator memberikan tanda pada kesalahan-kesalahan kecil dan setelah itu memberikan komentar atau respons terhadap tulisan teman-teman satu kelompoknya. Tulisan yang sudah dikomentari dikembalikan pada penulisnya untuk direvisi.
2. Tumbuhkan rasa senang waktu menulis
Untuk membangun keterampilan menulis, biarkan potensi siswa meledak-ledak, berteriak, menjerit, berisak tangis, berbisik sendu, bermesra ria dengan nuraninya sendiri dalam genre yang disukainya, baik dalam bentuk tulisan informatif, argumentatif, eksploratif, imajinatif, persuasif, atau ekspresif.
3. Berikan feedback
Berikan masukan dan komentar yang produktif, interaktif, dialogis, dan mencerdaskan pada tulisan siswa, bukan sekedar komentar basa basi.
4. Gunakan bidang studi sebagai media
Beri kesempatan pada siswa untuk menulis dengan tema yang mereka kuasai.
5. Ajarkan menulis sedini mungkin
Kita fasih berbahasa lisan karena kita membiasakannya sejak kecil. Andaikan sejak kecil kita sudah dibiasakan menulis, tentu kita akan terampil menulis.
Siswa umumnya menganggap menulis merupakan kegiatan yang sulit untuk dilakukan sebagaimana guru bahasa menganggap menulis merupakan keterampilan yang sulit untuk diajarkan. Siswa seringkali dilanda frustasi ketika menulis. Begitupun guru, dalam pembelajaran menulis guru terkadang menemui kesulitan harus apa dulu yang diajarkan. Namun, karena mengajar sebaiknya dimulai dari mengajarkan yang mudah ke yang sulit, maka sebelum belajar menulis tulisan yang menuntut argumentasi, misalnya, siswa akan lebih mudah belajar menulis tulisan naratif terlebih dahulu, menulis tentang diri sendiri, perasaan, pengalaman, saudara, teman, sekolah, dan sebagainya.
Guru pun dituntut untuk meningkatkan kemampuan menulis. Tulisan guru dapat dijadikan contoh atau model menulis bagi siswa. Dengan melakukan sendiri kegiatan menulis, guru akan memiliki empati terhadap siswa, merasakan kesulitan sebagaimana yang dialami siswa. Hal yang tidak kalah penting adalah guru dan siswa bersama-sama menghidupkan kebiasaan menulis. Budaya menulis akan tercipta apabila guru dan siswa sama-sama memiliki kebiasaan menulis.

Paragraf Deskripsi

KUTIPAN 1
Malam itu, indah sekali. Di langit, bintang – bintang berkelip – kelip memancarkan cahaya. Hawa dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkrik, burung malam, dan kelelawar mengusik sepinya malam. Angin berhembus pelan dan tenang.
KUTIPAN 2
Kamar itu, menurut penglihatan saya, sangatlah besar dan bagus. Sebuah tempat tidur besi besar dengan kasur, bantal, guling, dan kelambu yang serba putih, berenda dan berbunga putih, berada di kamar dekat dinding sebelah utara. Kemudian, satu cermin oval besar tergantung di dinding selatan. Di kamar itu juga ada lemari pakaian yang amat besar terbuat dari kayu jati. Lemari kokoh itu tepat berada di samping pintu kamar
.Paragraf deskripsi mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu bertujuan untuk melukiskan suatu objek.
• Dalam paragraf deskripsi, hal-hal yang menyentuh pancaindera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, atau perabaan) dijelaskan secara terperinci. Inilah ciri-ciri paragraf deskripsi yang menonjol, seperti dalam kutipan 1.
• Ciri yang kedua adalah penyajian urutan ruang. Penggambaran atau pelukisan berupa perincian disusun secara berurutan; mungkin dari kanan ke kiri, dari atas ke bawah, dari depan ke belakang, dan sebagainya, seperti dalam kutipan 2.
• Ciri deskripsi dalam penggambaran benda atau manusia didapat dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan objek secara detil/terperinci menurut penangkapan si penulis.
….seorang gadis berpakaian hitam…..
….tiga lelaki tanpa alas kaki….
• Dalam paragraf deskripsi, unsur perasaan lebih tajam daripada pikiran.
….bersama terpaan angin yang lembut…..

Pertunjukan Tayub di Grobogan

Biar Jelek Asal Mau Mendekat

Tampil dengan kostum yang kontras sebatas dada dihiasi make up yang medhok-merok dan bau parfum yang menyengat hidung, kemudian berlenggang-lenggok di atas gelaran tikar merupakan ciri khas sripanggung pertunjukan tayub. Masyarakat Grobogan menyebutnya sebagai ledhek. Mereka tampil jika diundang oleh warga desa yang kebetulan punya hajat, entah itu khitanan maupun resepsi perkawinan.

Keberadaan ledhek di tengah-tengah masyarakat Grobogan yang mayoritas hidup dalam lingkungan agraris nyaris menyaingi seni hiburan lain semacam wayang kulit, wayang orang, atau ketoprak. Seni tayub masih diuri-uri meski hiburan berbau elektronik sejenis video juga muncul scara sporadis jika kebetulan ada warga desa yang punya hajat. Apakah ini merupakan kompensasi warga desa yang haus hiburan di sela-sela rutinitas pekerjaan bertaninya yang membelenggu ataukah memang telah kadung menjadi tradisi yang mengilus-sumsum sehingga kalau ditinggalkan ada gendam yang musti ditanggung?

Seremoni Nazar
Konon, dulu seni tayub hanyalah sebuah tontonan perlengkapan seremoni nazar bagi warga desa yang kebetulan punya uni alaias nazar. Masyarakat Grobogan meyakini adanya mitos, jika pernah punya nazar, tetapi tidak segera dilaksanakan setelah niatnya tercapai, maka yang bersangkutan akan dirundung malapetaka. Misalnya, ada anggota keluarga yang sakit parah, bahkan sampai meninggal dunia atau dapat pula berubah musibah fatal yang lain. Sebagai medium pengabulan nazar, diundanglah ledhek untuk menolak musibah yang bakal datang. Selain itu, juga sebagai pengucapan rasa syukur kepada Hyang Widhi atas niat dan maksudnya yang telah terkabul. Lama pertunjukan cukup singkat sekitar 1-2 jam. Konon, mantra-mantra yang diucapkan sang ledhek itulah yang sanggup meredam segala musibah.

Dengan iringan gamelan yang mengalun, sang ledhek mulai mengucapkan matra dalam bentuk tembang. Ada suasana sakral di sana. Di tengah asap dupa yang membubung dengan segenap uba rapenya semacam ayam panggang, keris, onggokan pisang, ketupat, dan beras putih, sang ledhek tak henti-hentinya mengucapkan mantra sambil menyebar beras putih ke segala penjuru sebagai tulak balak: “…ana sengkala saka kulon tinulak bali mangulon. Sing nulak balak Raja Iman Slamet …” (ada musibah dari barat ditolak kembali ke barat. Yang menolak Raja Iman Selamat) ….” Byur! Beras putih disebar ke arah barat. Demikian seterusnya higga tujuh kali sesuai dengan arah yang disebutkan. Setelah sang ledhek selesai mengucapkan mantra dalam bentuk tembang, tamatlah pertunjukan sebagai pertanda bahwa nazar telah dilaksanakan. Mereka yakin, musibah tak mungkin muncul sekaligus sang empunya nazar terhindari dari segala petaka.

Namun, seirama perkembangan seni hiburan di daerah pelosok pedesaan, seni tayub kini berubah fungsi, suasana, dan temponya. Dari fungsinya sebagai perlengkapan seremonial nazar beralih fungsi sebagai hiburan semata. Suasana sakral pun sirna berganti suasana hingar-bingar di tengah musik gamelan yang membubung ditingkah ketipak kendang yang keras membentak. Tempo pertunjukannya pun berlangsung semalam suntuk alias byar klekar seperti hiburan lain pada umumnya.



Seronok
Tayub, konon merupakan jarwa-dhosok (akronim) “Yen ditata dadi guyub” (kalau ditata jadi guyup/rukun). Ada makna harfiahnya. Pertunjukan tayub yang melibatkan ± lima pria sebagai penayub dengan dua atau tiga ledhek sebagai sripanggungnya, kalau ditata dan diatur nyaris mampu menampilkan suasana paguyuban yang kuyup akan nilai persaudaraan, kerukunan, dan kekeluargaan. Namun, toh akhirnya makna harfiah yang kuyup nilai itu jadi sirna lantaran dibikin sendiri oleh ulah penayubnya yang kadang seronok, hampir-hampir menjurus ke tingkah pornografi.

Lazimnya, pertunjukan dimulai pukul 21.00 didahului dengan pembukaan instrumen gamelan para niyaga. Setelah semuanya siap, sang ledhek mulai memburu mangsa yang duduk di ruang tamu. Biasanya, mangsa (baca: penayub) yang ketiban smapur atau diberi selendang oleh ledheknya memberi imbalan Rp500. pertunjukan dibagi dalam 2 tahap, yakni mulai pukul 21.00 hingga pukul 24.00 giliran pinisepuh dan warga yang tergolong usia tua dan mulai pukul 0.00 dini hari hingga selesai giliran anak-anak muda. Jika diamati, pada tahap kedualah yang paling gempar.

Boleh dibilang bahwa pada tahap ini pertunjukan mencapai puncak ekstasenya. Nyaris tak ada batas antara penonton dan para penayub. Mereka sama-sama lebur dalam suasana yang hingar-bingar. Semakin larut malam, penonton kian meruah dengan tepuk sorak yang membahana. Pada tahap kedua ini, cara menayub terbagi dalam dua teknik, yakni menari dan ngepos.

Bagi para pemuda yang terampil menari, mereka memilih cara yang pertama dengan mengundang teman-temannya –istilahnya sambatan—untuk bersama-sama menari di tengah pertunjukan. Mereka bebas memilih gending-gending Jawa yang keras dan hingar-bingar dengan suara hentakan kendang yang cukp dominan, seperti gumbul thek, kijing miring, godril, celeng mogok, goyang semarang, dan semacamnya. Sambil menari, mereka mulai bertingkah. Tubuhnya mulai menghimpit, memeluk, bahkan mencium. Penonton dari semua tingkatan usia pun bersorak tempik. Mereka bergumul tanpa malu-malu, meski dilihat oleh sanak saudara dan kerabatnya. Barangkali ini sebagai kompensasi bagi para pemuda desa yang haus hiburan di sela-sela rutinitas kesehariannya yang maton.tanpa variasi.

Sedangkan, bagi para pemuda yang tak becus menari, cukup dengan ngepos, yakni duduk di kursi panjang sambil memangku sang ledhek. Mereka mirip benar dnegan insan manusia yang tengah dimabuk asmara. Dengan diiringi gending-gending Jawa yang rata-rata halus-romantis, semacam sida asih, lara branta, rujak jeruk, yen ing tawang ana lintang, dan sebagainya, mereka mulai bertingkah seronok seolah-olah benar-benar ingin melampiaskan rupa birahinya yang menggelora.

Para warga desa yang terasing dari jamahan hiburan modern semacam bioskup lari menyaub meski mengeluarkan uang lembaran dari sakunya. Mereka ikhlas, asal kebutuhan rohaninya terpenuhi. Hal ini diakui oleh Sukarjo, seorang bujanga yang dhemen menayub dengan logat Jawanya yang medhok: “Dhuwit isa digoleki kok, Mas. Ning nek ledhek mung kala-kala yen ana wong nduwe gawe” (uang bisa dicari kok Mas. Tetapi kalau ledhek hanya kadang-kadang kalau ada orang punya hajat).
Bisa dipastikan, bila ada orang punya hajat, jauh-jauh hari mereka mengumpulkan uang. Memang beginikah sikap para pemuda desa dalam upaya menyiasati kepekaan rohani dan kodrati terhadap hiburan di abad gelombang informasi ini? Ya, barangkali memang ini merupakan siasat guna mengentaskan diri dari himpitan zaman yang menelikungnya.



Tanpa Beban Dosa
Ledhek, konon merupakan jarwa-dhosok dari “Elek ben angger gelem medhek-medhek” (biar jelek asal mau mendekat). Seperti kebanyak ledhek di daerah kabupaten Grobogan, modal kecantikan tak begitu penting, meski juga berpengaruh dalam hal pemasaran. Modalnya cukup dengan dandanan yang seronok dengan vokal yang lancar selama semalam suntuk ditambah dengan keberanian mendekati kaum lelaki. Dan, agaknya mereka tampil seperti layaknya menawarkan kodrat profesi, tanpa merasa dihimpit beban dosa.

“Kula mboten isin, kok, Mas. Merki niki gaweyan kula,” ucap salah seorang ledhek –sebut saja Tukiyem—yang telah terjun sejak tahun 1979 dengan basa krama ndesanya dengan jujur, yang artinya: “Saya tidak malu kok, Mas, sebab ini pekerjaanku.” Kejujuran semacam ini juga disetujui oleh partnernya dengan anggukan kepala.

Pekerjaan, apa pun bentuk dan macamnya, kalau sudah cocok dengan kehendak nurani, memang kadang-kadang tak pandang soal etika. Kalau memang pekerjaan semacam yang dilakukan oleh Tukiyem itu sudah menjadi tuntutan nuraninya, dapatlah ia dijadikan sebagai tameng pendobrak kehidupan yang kian sulit seperti sekarang ini, meski ada bias-bias tuntutan moral di sana. Para ledhek dalam kehidupan sehari-harinya pun hidup wajar bersama warga yang lain, tanpa ada beban moral yang mesti ditanggung.

Ledhek barangkali bisa disamakan dengan keberadaan cokek di Sragen, atau tandak di Surabaya yang diterjuni secara wajar-wajar saja tanpa adanya perangkat upacara perangkat penobatan. Akan tetapi, berbeda dnegan ronggeng di daerah Banyumas yang mengenal adanya tradisi bukak klambu, yang harus rela menyerahkan kehormatannya sebelum dinobatkan sebagai ronggeng. Ledhek di Grobogan, seperti layaknya profesi yang lain, diterjuni secara wajar-wajar saja. Asal ada niat dan sanggup, meluncurlah mereka ke tengah-tengah masyarakat sebagai ledhek.

Namun begitu, mengintip pertunjukan tayub Grobogan yang rata-rata menampilkan adegan seronok, perlu diadakan garis kebijaksanaan yang tegas dari pihak yang berwenang, mengingat pertunjukan ini ditonton oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal tingkatan usia. Hal ini bisa menimbulkan dampak negatif yang lebih runyam jika tidak segera mendapatkan uluran kebijakan. Apa kata anak-anak jika melihat sanak saudaranya bergumul bersama ledhek tanpa ada jarak yang memisahkan. Para orang tua seolah meneladani anak-anaknya dengan petingkah yang seronok.

Beranjak dari sisi ini, haruskah pertunjukan tayub yang nyaris hanya memburu segi tontonan dan menihilkan unsur tuntunan, mesti diuri-uri? Ya, perlu ada penegasan yang manusiawi tanpa menyinggung perasaan dan harkat warga desa yang rata-rata lugu dan polos. Paling tidak, jarak antara ledhek dan penayub perlu dibatasi. *** (Sumber: http://sawali.info/2007/12/16/pertunjukan-tayub-di-grobogan-2/)

GROBOGAN, KAYA OBYEK MISKIN WISATAWAN

JANGAN tanya soal obyek wisata di Grobogan. Karena kota kabupaten di Jawa Tengah ini, memang kaya dengan obyek. tervata ada sembilan destinasi yang cukup potensi untuk dikunjungi. Sayang meski kaya obyek, namun jumlah kunjungan wisatawan masih sangat miskin. Yang lebih miskin lagi, hingga kini belum ada investor yang mau menanamkan modalnya di wilayah ini.
”Kami menyadari dengan banyaknya wisatawan nusantara (wisnus) maupun mancanegara (wisman) yang datang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengurangi pengangguran dan nama Grobogan akan diperhitungkan di tingkat nasional,” ungkap Sastro Wibowo, tokoh masyarakat Grobogan.
Saat ini Pemda Grobogan terus aktif menjual obyek wisatanya dengan melakukan promosi secara gencar melalui publikasi di media, ikut pameran wisata, juga membuat profil obyek wisata melalui video visual dalam bentuk VCD dan DVD. Selain itu, daya tarik wisata Grobogan ditawarkan kepada investor nasional, untung-untung jika investor asing sehingga bisa untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi di daerah. ”Terus terang saat ini ada hotel namun belum ada hotel berbintang yang memadai, juga belum ada restorant skala nasional,” tandasnya.
Sembilan objek wisata di Grobogan yang potensial antara lain Bledug Kuwu, Waduk Kedung Ombo, Goa Macan dan Goa Lawa, air terjun Widuri, Api Abadi Mrapen, Makam Ki Ageng Selo, Ki Ageng Joko Tarub, dan Ki Ageng Lembu Peteng. Kawasan objek wisata Bledug Kuwu di Kradenan seluas 6 hektare ini memiliki keunikan, karena letupan lumpur setinggi delapan meter dan mengandung air garam bisa bermanfaat untuk bahan pembuatan garam dengan kualitas yang baik.
Bahkan, konon ceritanya adanya Bledug Kuwu disebabkan lobang yang menghubungkan tempat Bledug Kuwu dengan Samudra Selatan, karena zaman dahulu Joko Linglung anak dari Aji Soko yang berujud ular naga melakukan perjalanan dari Laut Selatan menuju kerajaan Modang Kamolan melalui bawah tanah, sehingga muncul lumpur di Kerajaan Modang Kamolan tersebut.
Objek wisata itu cukup menarik apabila dikelola profesional. Untuk itu, ia berharap ada investor yang tertarik menanamkan modalnya mengelola objek wisata di Grobogan, kendati saat ini pendapatan sektor pariwisata masih minim,
Ia menyebutkan, pendapatan sektor pariwisata tahun 2004 hanya mampu menghasilkan Rp50 juta, tahun 2005 meningkat menjadi Rp63 juta dan tahun 2006 menghimpun masukan Rp65 juta. Padahal, setiap tahun melalui APBD Kabupaten Grobogan dianggarkan dana sekitar Rp100 juta untuk merawat objek wisata. Tertarik Investasi? (endy)(http://wisatanews.indonesiatravel.biz)

Kabupaten Grobogan



Kabupaten Grobogan, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Purwodadi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Blora di timur; Kabupaten Ngawi (Jawa Timur), Kabupaten Sragen, dan Kabupaten Boyolali di selatan; Kabupaten Semarang di barat; serta Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Pati di utara.
Geografi

Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Cilacap, dan berbatasan langsung dengan 9 kabupaten lain. Letak geografis wilayah adalah 110° 15' BT – 111° 25' BT dan 7° LS - 7°30’ LS, dengan jarak bentang dari utara ke selatan ± 37 km dan dari barat ke timur ± 83 km.

Secara geografis, Grobogan merupakan lembah yang diapit oleh dua pegunungan kapur, yaitu Pegunungan Kendeng di bagian selatan dan Pegunungan Kapur Utara di bagian utara. Bagian tengah wilayahnya adalah dataran rendah. Dua sungai besar yang mengalir adalah Kali Serang dan Kali Lusi.

Dua pegunungan tersebut merupakan hutan jati, mahoni dan campuran yang memiliki fungsi sebagai resapan air hujan disamping juga sebagai lahan pertanian meskipun dengan daya dukung tanah yang rendah.

Lembah yang membujur dari barat ke timur merupakan lahan pertanian yang produktif, yang sebagian telah didukung jaringan irigasi. Lembah ini selain dipadati oleh penduduk juga aliran banyak sungai, jalan raya dan jalan kereta api.

Pertambangan

Potensi pertambangan di Kabupaten Grobogan merupakan pertambangan rakyat dengan yang terdiri dari Bahan Galian Golongan C, antara lain batu gamping, pasir berbatu, tanah liat, air garam, fosfat dan lain-lain.

Pembagian administratif

Kabupaten Grobogan terdiri atas 19 kecamatan, yang dibagi lagi atas 273 desa dan 7 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Purwodadi.

1. Kedungjati
2. Karangrayung
3. Penawangan
4. Toroh
5. Geyer
6. Pulokulon
7. Kradenan
8. Gabus
9. Ngaringan
10. Wirosari
11. Tawangharjo
12. Grobogan
13. Purwodadi
14. Brati
15. Klambu
16. Godong
17. Gubug
18. Tegowanu
19. Tanggungharjo

Topografi

Sebagian besar wilayah terletak pada permukaan yang relatif datar dengan kemiringan kurang dari 5%, daerah berbukit dan pegunungan terletak di bagian utara dan selatan, tepatnya di sekitar jalur pegunungan kendeng utara dan selatan. Secara umum kondisi topografi yang ada dapat dikelompokkan menjadi menjadi 3 kelompok :

* Daerah dataran, berada pada ketinggian sampai dengan 50 mdpl, dengan kelerengan 0 - 8%
* Daerah perbukitan, berada pada ketinggian antara 50 -100 mdpl, dengan kelerengan 8 - 15%
* Daerah dataran tinggi, berada pada ketinggian antara 100 - 500 mdpl, dengan kelerengan >15%

Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan bentang alam dan asosiasi batuan penyusunnya, terdapat 7 jenis batuan, yaitu paleosen fasies sedimen, paleosen fasies batu gamping, pleistosen fasies sedimen, miosen fasies batu gamping dan allumunium. Dari jenis batuan tersebut yang sebarannya merata adalah batuan allumunium dan paleosen fasies sedimen.

Hasil pelapukan batuan dan sedimentasi menghasilkan jenis tanah yang ada saat ini, yaitu Aluvial dengan bahan induknya endapan liat dan pasir; Asosiasi Litosol, Mediteran kuning dan Rensina dengan bahan induknya batu kapur dan napal lunak; Komplek Regosol kelabu dan Grumosol kelabu tua dengan bahan induknya batu kapur dan napal; Grumosol dengan bahan induk endapan liat; Grumosol dengan bahan induk batu kapur dan napal; Asosiasi Grumosol tua coklat dengan bahan induk napal lunak; Asosiasi Mediteran merang kekuningan dan Mediteran coklat kekuningan dengan bahan induk batu liat lunak; Komplek Mediteran coklat kemerahan dan Litosol dengan bahan induk batu kapur dan napal. Dari jenis tersebut, aluvial kelabu dan aluvial coklat keabuan mempunyai sebaran yang hampir merata pada seluruh wilayah.


Transportasi

Purwodadi, ibukota Kabupaten Grobogan, berada di jalan provinsi yang menghubungkan Semarang-Surabaya lewat Cepu.

Angkutan kereta api juga melintasi wilayah kabupaten ini, meski tidak melalui Purwodadi. Terdapat dua jalur utama kereta api, yakni dari Semarang Tawang menuju timur (Surabaya Kota) dan menuju tenggara (Solo Balapan). Kabupaten Grobogan memiliki sejumlah stasiun kereta api, dimana hanya berhenti kereta lokal jurusan Semarang-Bojonegoro dan Semarang-Solo, sedang kereta api jarak jauh tidak singgah di stasiun tersebut. Stasiun Gundih adalah yang terbesar, di mana terdapat persimpangan antara kedua jalur utama tersebut.

Tempat-tempat kunjungan

Bledug Kuwu

Di Kabupaten Grobogan berlokasi gejala alam langka berupa kawah lumpur (bledug) yang dinamakan Bledug Kuwu (karena berlokasi di Kuwu). Kawah ini secara berkala (selang 2-3 menit) melepaskan lumpur mineral dalam bentuk letupan besar (setinggi hingga 2m). Oleh penduduk setempat lumpur ini dimanfaatkan mineralnya untuk pembuatan konsentrat garam yang disebut bleng (IPA:/blɚŋ/) dan dipakai, misalnya, dalam pembuatan kerupuk karak.

Api abadi Mrapen

Di sisi barat wilayah kabupaten ini juga ditemukan sumur api abadi Mrapen, yang menyemburkan api tanpa henti. Umat Buddha selalu mengambil api ini untuk menyalakan obor yang dibawa dalam parade menyambut perayaan Waisak.

Makam Ki Ageng Selo

Di sebelah timur kota Purwodadi terletak makam salah satu tokoh pendiri dinasti Mataram Islam, Ki Ageng Selo. Namanya disebut-sebut dalam Babad Tanah Jawi sebagai pendamping Ki Ageng Pemanahan, nenek moyang dari kerabat kraton Jawa masa kini.(Sumber: Wikipedia.com)

Reuni SMA N 1 Pulokulon Kapan?

Oleh Eko Pujiono

Tiga tahun (2001-2004) mengeyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Pulokulon bukanlah waktu yang singkat. Di sekolah yang terletak di Jalan Ki Ageng Selo, Desa Sembungharjo, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, ini terukir begitu banyak kenangan. Banyak yang manis dan adapula yang menyedihkan.

Meskipun begitu toh, dari almamater ini, setidaknya saya dan banyak teman lainnya, bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dan, adapula yang merantau ke kota dengan menggenggam ijazah dari SMA tercinta. Tidak sedikit dari mereka yang berhasil dan sukses merengkuh cita-cita yang diidam-idamkan sejak lama, bahkan sejak kecil.

Mau tidak mau, saya dan semua lulusan SMAN 1 Pulokulon, harus berterima kasih kepada sekolah yang telah memberikan bekal pendidikan. Rasa syukur perlu diucapkan. Bagaimana mungkin sekolah yang turut mengantarkan kita dalam keadaan seperti sekarang ini dilupakan begitu saja? Sungguh egois jika kita menafikkan itu.
Tidak ingatkah kita kepada Pak Sis yang begitu “keras” mengajarkan kepada kita tentang kedisiplinan? Lupakah kita kepada Pak Joko dengan gayanya yang supel terhadap siswa-siswanya? Sudah lupakah kita kepada Pak Yusman, Bu Ni’awam, Pak Tris, Bu Yuni, Bu Yani, Pak Suwito, Pak Sungkono, Pak Suwantono, Pak Partono, Mas Dar? Mereka yang telah memberikan dedikasinya untuk kita semua.

Atau mungkin kita juga sudah lupa dengan teman-teman seangkatan? Teman sekelas dulu? Atau teman sebangku? Apa kita sudah lupa bahwa kita dulu pernah bercengkerama satu sama lain, saling memusuhi, saling mengejek, saling mencintai meski malu-malu, dan kita pernah tertawa keras bersama-sama?

Saya berharap kita masih mengingatnya semua. Meskipun ada satu dua orang atau satu dua kisah terlepas dari ingatan kita yang lemah karena memang sudah lama tidak berjumpa.

Saya bergembira sekali ketika tahun lalu (tahun 2008) pada malam takbiran menyambut idul fitri 1429 H bertempat di alun-alun Purwodadi, saya dan beberapa rekan seangkatan dapat berkumpul. Meski pada saat itu jumlahnya tidak lebih dari 30 orang, toh hal itu dapat mengingatkan saya tentang masa lalu di SMAN 1 Pulokulon. Pertemuan itu bisa mengobati kekangenan saya kepada teman-teman sewaktu SMA dulu. Ada canda di situ, ada tawa, ada berbagi informasi yang tentunya sangat berharga. Pertemuan ini tidak dapat saya lupakan.

Hampir sebulan yang lalu, sekitar pertengahan bulan Juli, saya berkesempatan lagi berkumpul dengan teman-teman seangkatan. Meski jumlahnya menyusut daripada pertemuan di Alun-alun, saya juga merasakan kebahagian. Muka-muka baru saya temui di rumah Dita yang kebetulan didaulat sebagai tuan rumah.

Saya berharap dari pertemuan semacam ini dapat menjadi jejaring untuk mengikat tali persaudaraan di antara kita. Saya memosting tulisan ini dengan harapan dapat menjadi jalan pembuka untuk mewujudkan tujuan mulia itu. Saya juga mengidamkan suatu saat nanti ada acara reuni akbar yang “betul-betul” reuni.

Bagi teman-teman alumni SMA N 1 Pulokulon dari berbagai angkatan seyogyanya dapat memberikan komentar terhadap tulisan ini. Jangan lupa cantumkan identitas yang jelas, seperti nama, angkatan, nomor HP/telpon, email, dan aktivitas sekarang ini. Salam!