Sabtu, 15 Agustus 2009

BELAJAR DARI KUPU-KUPU

Pok ame-ame
Belalang kupu-kupu
Siang makan nasi
Kalau malam minum susu

Tidak asing bukan dengan lirik lagu di atas. Masa lalu kita pastinya mengenal “lagu imut” itu. Karena beberapa waktu lalu saya menyanyikan lagu itu pada ponakan, saya baru sadar ternyata ada juga spesies belalang dan kupu-kupu yang saat siang makan nasi dan malamnya minum susu. Terasa agak aneh memang ternyata logika yang baru tersadarkan ini menyadari betapa lagu itu aneh!

Belalang dan kupu-kupu sama-sama kelompok serangga. Ada yang menarik pada kupu-kupu. Biarpun kedua binatang ini sama-sama bersayap tapi kupu-kupu memiliki daur hidup yang panjang. Orang menyebutnya sebagai metamorfosa.

Proses metamorfosa kupu-kupu seperti ini: Pertama, induk meletakkan telurnya di atas sehelai daun. Larva yang menetas dari telur ini kemudian memakan dedaunan untuk beberapa saat sebelum pada akhirnya berubah menjadi ulat. Masing-masing dari ulat-ulat tersebut kemudian membuat sarang yang disebut kepompong untuk diri mereka sendiri. Kepompong menempel pada cabang pohon, ranting atau daun dengan cara bergantung pada sehelai benang sangat tipis tapi kuat.

Ulat tumbuh berkembang dalam kepompong ini dan perlahan muncul sebagai makhluk baru yang sungguh indah dan menawan, yakni seekor kupu-kupu. Awalnya, sayap muda ini tampak kusut, berkerut dan lemah. Tapi sayap tersebut kemudian mengembang dan melebar setelah darah dipompakan kedalamnya. Kini kupu-kupu telah siap untuk terbang. Begitulah seterusnya daur hidup kupu-kupu.

Ada cerita menarik tentang kupu-kupu. Ada seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari ada lubang kecil muncul. Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.

Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut.
Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya yang mungkin akan berkembang dalam waktu. Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut.

Dia tidak pernah bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat, dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu masuk ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong.

Dari cerita ini ada satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa makhluk hidup akan berkembang sesuai dengan kodratnya. Namun bila ada kekuatan lain di luar makhluk itu melakukan tindakan demi percepatan perkembangannya, yang terjadi adalah kekerdilan (prematur) terhadap si makhluk.

Begitu pula jika seseorang dipacu perkembangannya tanpa melihat fase perkembangannya, jadinya seseorang itu kerdil. Entah kerdil secara fisik, ataupun secara pikiran atau mental. Jika seseorang dipaksa pemahaman-pemahaman yang sepatutnya belum bisa ia pahami, hasilnya akan buruk. Ini jika perlakukan itu terjadi di luar kita.

Apabila perlakuan itu terjadi pada kita oleh orang lain, maka itu dapat berupa sebentuk paksaan untuk menjadi sesuatu lebih cepat. Kalau apa yang kita lakukan adalah suatu keterpaksaan, ubahlah keterpaksaan itu menjadi sesuatu yang dapat mendorong atau memotivasi. Cara pandang kita bisa sebagai jalan keluarnya. Kalau kita percaya kita dapat memindahkan guru, gunung itu akan pindah.

Tidak ada komentar: