Rabu, 26 Agustus 2009

Soal Warna, (Hitam Putih) dan Pakaian

Oleh Eko Pujiono*

Putih berarti bersih, suci, murni. Hitam berarti gelap, pekat, misteri, misterius.

Pengetahuan tentang warna ternyata dibutuhkan oleh banyak orang. Entah untuk kepentingan apa, yang jelas warna memberikan arti tersendiri bagi umat manusia. Seperti warna hitam dan putih, keduanya memiliki arti tersendiri.

Warna adalah corak rupa suatu benda. Berdasar pada pengetahuan fisika, sebenarnya segala sesuatu benda tidaklah memiliki warna. Merah, kuning, biru, dan warna kebanyakan yang sering kita sebut lainnya, sebenarnya tidak ada. Yang ada hanyalah suatu kesan yang ditangkap oleh mata karena adanya pantulan sinar dari suatu benda sebab terkena cahaya. Jadi tanpa cahaya mustahil ada warna.

Selain cahaya dan adanya suatu benda, ada satu hal lagi yang penting, yakni mata. Tentunya hanya mata yang normal sajalah yang dapat menangkap kesan warna dengan sempurna. Dalam konteks ini fungsi mata sangat dibutuhkan dalam melakukan proses identifikasi warna suatu benda, bukan keindahan mata, kelentikkan bulu mata, apalagi Empat Mata yang dipresenteri Tukul Arwana.

“Mas, mas ….., saat mati lampu kok terlihat warna hitam?” Nah, itu bukan warna hitam tapi gelap, dodol...!

Kejadian yang seperti inilah ketika gelap diasumsikan sebagai warna hitam dan tentang warna yang lainnya yang memunculkan pertautan yang disamaratakan dengan arti.

Soal warna di Afrika Selatan
Membahas warna di Afrika Selatan tidaklah akan jauh dari apartheid dan Nelson Mandela. Apartheid (arti dari bahasa Afrikaans: apart memisah, heid sistem atau hukum) adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990.

Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih, koloni Inggris di Cape Town dan Namibia dan para Afrikaner Boer (Petani Afrikaner) yang mencari emas/keberuntungan di tanah kosong Arika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang kota Pretoria dan Johannesburg).

Perdana Menteri Hendrik Verwoerd pada tahun 1950-an mulai mencanangkan sistem pemisahan di antara bangsa berkulit hitam, dan bangsa berkulit putih, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1913 yaitu "Land Act" dimana para bangsa kulit hitam tidak boleh memiliki tanah semeter pun di luar batas "Homeland" mereka, yang sangat kotor dan tidak terawat. Dari banyak sekali Homeland (bahasa Afrikaans: Tuisland) yang dibentuk/ dipisahkan dari Afrika Selatan yang "putih". Pemisahan ini sungguh menyengsarakan bangsa kulit hitam.

Betapa derajat, harkat dan martabat manusia tergantung pada warna kulitnya. Jika kulitnya berwarna putih berarti untung karena akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Tapi naas bagi yang sebaliknya. Bahkan soal pendidikan, perlindungan hukum, dan segala sesuatu yang menyoal kehidupan dan kewarganegaraan dinomor duakan bagi bangsa kulit hitam. Waktu itu di sana hitam berarti tidak sama dengan putih. Memang warna hitam dan putih beda, tapi yang dimaksudkan adalah segala bentuk perlakuan sebagai manusia dibedakan. Bahwa hitam lebih rendah daripada putih.

Sedangkan Nelson Rolihlahla Mandela (lahir di Mvezo, 18 Juli 1918) dikenal di seluruh dunia sebagai pejuang kemerdekaan melalui kegiatan anti-apartheidnya dan kemudian menjadi Presiden Afrika Selatan. Karena kegiatannya yang anti-apartheid, ia menjalani berbagai masa hukuman. Pada 5 Agustus 1962, Mandela ditangkap dan dipenjarakan di Johannesburg Fort kemudian pada 25 Oktober 1962, ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan pada 12 Juni 1964, ia dan sekelompok aktivis lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Mandela tinggal di penjara sampai dibebaskan pada 11 Februari 1990.
Hal ini menunjukkan betapa sangatlah berat perjuangan Mandela dan rekan-rekannya untuk menyatakan “hitam sama dengan putih”.

Soal warna di IKIP PGRI Semarang
Soal warnapun sangat diperhatikan oleh IKIP PGRI Semarang. Buktinya dengan dikeluarkannya SK Rektor berisi peraturan yang mewajibkan seluruh mahasiswanya mengenakan pakaian atas berwarna putih dan bawah berwarna hitam pada hari Selasa dan Rabu ketika menjalankan aktifitas di kampus. Dalilnya salah satunya adalah untuk menyiapkan calon guru membudayakan berdisiplin, riilnya dengan seragam hitam-putih tadi.

Memberikan perhatian kepada mahasiswanya adalah suatu keharusan. Sebagai penyelenggara pendidikan keguruan, menyiapkan calon guru yang baik, benar dan bertanggungjawab juga suatu keharusan. Mahasiswa calon guru harus baik, harus benar, dan harus bertanggungjawab tidak harus dilakukan dengan memaksakan mahasiswanya mematuhi keharusan itu. Idealnya dari dalam diri mahasiswa sendiri yang menyadari bahwa dirinya adalah calon guru akan mengarahkan pada hal yang sedemikian itu.
Namun tidak semua mahasiswa menyadarinya. Maka dibutuhkan seperangkat tata aturan untuk mendekatkan mahasiswa memiliki itu semua. Peraturan pun tidak akan berjalan seperti yang diharapkan jika tidak ada perangkat pengiring pelaksana peraturan itu. Dan mustahil dapat terlaksana jika tidak ada sosialisasi kepada sasaran peraturan—dalam hal ini adalah mahasiswa.

Mahasiswa tahu bahwa ada peraturan yang semacam itu, idealnya akan melaksanakan jika ada kesepakatan pada dirinya bahwa peraturan itu penting bagi dirinya. Yang tidak kalah penting adalah peraturan tidak saja digembar-gemborkan di awal saja. Tidak seperti “telek lincung” yang hangatnya ketika masih baru, tapi baiknya adalah berjalan secara kontinyu sehingga ada unsur keajegan.

Pakaian dan warna
Kebanyakan orang menganggap perempuan yang memakai pakaian berwarna merah pada suatu pesta malam yang lux terkesan berani, menantang, seksi dan wah... Ada guyonan tentang itu dengan sahabat yang juga sebagai karikaturis salah satu media massa kenamaan di Jawa Tengah. Dalam perbincangan santai dia mengungkapkan bahwa perempuan yang memakai warna apapun, entah hijau, orange, kuning, hitam, putih, dan apalah semua terkesan seksi. Asalkan model pakaian menunjukkan belahan dadanya yang aduhai dan belahan paha yang huaaaahhhh ......

Dari perbincangan ini didapat suatu pengertian bahwa artian suatu warna tertentu akan mental begitu saja bila ada hal lain yang lebih menonjol—dalam hal ini adalah model pakaian. Jadi biarpun seseorang memakai pakaian putih yang melambangkan suci, bersih, tapi modelnya seperti itu bukan berarti yang memakai pakaian mencerminkan suci, bersih—seksi kali.

Dari uraian di atas, penulis mengajak bahwa menempatkan arti pada tempat yang semesetinya adalah penting. Menggunakan (mata) cara pandang yang normal (benar) adalah penting. Memperjuangkan kepentingan adalah penting. Mementingkan kepentingan adalah penting. Dan kepentingan-kepentingan yang penting adalah penting. Bahwa mahasiswa berseragam sesuai dengan peraturan bukan demi peraturan itu melainkan demi maksud peraturan itu adalah penting. Pentingnya mahasiswa harus mengetahui kepentingan memakai seragam hitam putih agar tidak terjebak dalam kepentingan. Dan bermodel pakaian yang pantas, bukan dipaksakan pantas adalah penting. Kepentingan yang penting inilah yang harus diperjuangkan.

Tidak ada komentar: