Sabtu, 15 Agustus 2009

Diary Tole

Kubuka mata melihatmu
Bukan aku suka padamu
Kututup mata karenamu
Bukan aku membencimu
(Petikan puisi "Cerita Aku" karya S.S)

Saya sangat apresiatif terhadap puisi di atas. Dikarang oleh teman saya sendiri. Teman kuliah di IKIP PGRI Semarang. Dari pertemanan yang hanya kurang dari dua tahun sudah dapat kukuak betapa pribadi perempuan yang satu ini luar biasa.
Bagaimana tidak? Sudah berkeluarga, memiliki seorang putri cantik dan lincah, masih sudi kuliah. Capek-capek naik-turun "gunung" utama. Sikapnya sangat tegas sehingga tidak membingungkan. Sangat bertolak dari kebanyakan mahasiswa yang lain. Dia supel sekaligus peramah.
Namun ada cerita tersendiri darinya yang pastinya tidak patut diceritakan di sini. Ini sebagai bagian dari tanggungjawab saya terhadap seseorang yang bercerita pada saya mengenai hal ini. So jangan penasaran kalau tidak diceri-tai.
Kembali ke...., puisi di atas, ada beberapa hal yang menggelitik ruang pikir saya. Bahwa ada ruang di dalam perasaan setiap insan yang dihuni oleh rasa "abu-abu" antara benci dan suka. Ruang itu tidak tampak. Tertutup oleh kamuflase. “Kubuka mata.....”, “Bukan aku suka”; “Kututup mata....”, “Bukan aku membencimu”.
Hal ini mengisyaratkan bahwa sikap care, peduli, bukan berarti menandakan suka, cinta. Sebaliknya, sikap acuh tak acuh, tidak peduli, bukan berarti membenci.
Tampaknya memang sederhana saja. Ya, memang sederhana. Bukankah dalam hidup ini tidak ada yang rumit? Kalau toh rumit, pastinya ada yang membuat rumit. Siapa? Kamu, si pelaku hidupmu sendiri. So jangan perumit hidupmu sendiri.
Pesan ini khusus dan spesial ditujukan kepada saya.
Kemudian di dalam pikiran saya ini tergelitik dengan hal lain. Apakah itu? Yang pasti bukan kemoceng ataupun kili-kili. Begini:
Bisa saja "kamuflase" semacam itu terjadi pada diri saya. Dilakukan oleh orang lain terhadap saya. Orang lain itu adalah orang-orang yang ada di dekat saya, di sekitar saya, orang-orang yang sering berinteraksi dengan saya.
Lalu, bagaimana mengidentifikasi kamuflase semacam itu? Huh! Rasanya sulit jika orang yang harus mengidentifikasi adalah semacam saya. Orang yang, kata orang berinisial H, tidak sensitif, tidak perasa, tidak peka.
Apapun kata mereka yang pasti jalani hidup agar tetap hidup. Lakukan saja yang hams dilakukan sekarang. Easy going. Tidak usah mengkhawatirkan sesuatu yang belum pemah terjadi. Tidak usah bingung dengan sesuatu yang belum jelas.
Kalau ada yang membenci saya, ya, saya ucapkan nikmati saja bencimu itu. Kalau ada yang suka saya, ya, saya ucapkan nikmati saja suka itu. Jadinya jangan ditutup-tutupi. Ungkapkan saja. Bebaskan saja. Ekspresikan kebencianmu atau ekspresikan rasa sukamu. Bebaskan dan lepaskan perasaanmu. Jangan ditahan-tahan. Jangan terbebani dengan kamuflase semacam itu.
Ada cara lain yang lebih baik?

Tidak ada komentar: