Kamis, 27 Agustus 2009

PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH

Oleh Eko Pujiono (NPM 07410728)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
IKIP PGRI Semarang

I. LATAR BELAKANG
Seperti sudah banyak diungkap oleh para pemerhati dan pengamat bahasa Indonesia bahwa rendahnya mutu penggunaan bahasa Indonesia tak hanya berlangsung di kalangan siswa, tetapi juga telah jauh meluas di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan, para pejabat yang secara sosial seharusnya menjadi anutan pun tak jarang masih ”belepotan” dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia bermutu rendah, lantaran belum jelasnya strategi dan basis pembinaan. Pemerintah cenderung kurang peduli dan menyerahkan sepenuhnya kepada Pusat Bahasa. Sebagai tangan panjang pemerintah, Pusat Bahasa memiliki tugas menyusun strategi dan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Namun, ada beberapa pihak yang menilai bahwa strategi dan kebijakan Pusat Bahasa masih cenderung elitis. Artinya, kebijakan yang dilakukan Pusat Bahasa hanya menyentuh lini dan kalangan tertentu, seperti Jurusan Pendidikan Bahasa atau Fakultas Sastra di Perguruan Tinggi. Sementara, Pendidikan Dasar dan Menengah yang seharusnya menjadi basis pembinaan justru luput dari perhatian.
Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah diserahkan sepenuhnya kepada para guru bahasa. Guru-guru mata pelajaran lainnya, seolah tidak memiliki tanggungjawab terhadap pembinaan bahasa Indonesia. Padahal, pembinaan bahasa bukan hanya menjadi tanggungjawab guru bahasa. Banyak pihak yang terlibat.
Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, maka pembinaan bahasa Indonesia merupakan sesuatu yang penting, terlebih di sekolah.
Dari uraian di atas, permasalah yang diangkat dalam makalah ini adalah: (1). bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia? (2) bagaimana pentingnya pembinaan bahasa Indonesia? (3) bagaimana pembinaan bahasa Indonesia di sekolah?

II. PEMBAHASAN
A. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia disahkanlah konsep yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta, menjadi Undang-Undang Dasar yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Di dalam UUD 1945 tercantum dalam pasal 36, kedudukan bahasa Indonesia ditetapkan: bahasa negara adalah bahasa Indonesia.
Kedudukan itu tetap tak tergoyahkan dalam ketiga Undang-Undang Dasar yang pernah dimiliki negara Indonesia, yaitu UUD 1945, UUD RIS, dan UUDS 1950.
Walaupun tidak ada penjelasan akan arti “bahasa negara” namun kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah langkah lanjutan dari pengakuan sebagai bahasa persatuan yang tertera dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Sumpah pemuda merupakan pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang saling berkaitan. Unsur pertama dan kedua merupakan pengakuan terhadap tanah air Indonesia yang satu, yang didukung oleh satu kesatuan bangsa Indonesia. Unsur yang ketiga merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1.Lambang kebanggaan nasional,
2.Lambang jati diri (identitas) nasional,
3.Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakng sosial budaya dan bahasanya dan,
4.Alat perhubungan antar budaya antar daerah.

B. Pembinaan Bahasa Indonesia
Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat penting, seperti tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian bahasa Indonesia.
Di Indonesia, pengembangan dan pembinaan bahasa dilakukan oleh Pusat Bahasa. Pusat Bahasa memiliki tugas menyusun strategi dan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Untuk kepentingan praktis, telah diambil sikap bahwa: (1) pembinaan terutama difokuskan kepada penuturnya, yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia, dan (2) pengembangan terutama difokuskan kepada bahasa dalam segala aspeknya. Pembinaan dan pengembangan bahasa mencakup dua arah, yaitu (1) pengembangan bahasa mencakup dua masalah pokok (masalah bahasa dan masalah kemampuan/sikap) dan (2) pembinaan yang mencakup dua arah (masyarakat luas dan generasi muda). Pengembangan aspek bahasa meliputi ragam bahasa lisan dan bahasa tulis.
Dalam hal pengembangan kemampuan dan sikap, telah ditempatkan dasar yang kuat, yaitu dicantumkannya di dalam GBHN bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa dilakukan dengan mewajibkan peningkatan mutu pengguna bahasa Indonesia sehingga penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Di samping itu, telah dan terus dilakukan pengembangan kemampuan dan sikap positif pemakai bahasa Indonesia dengan media televisi dan radio. Ada pula upaya penyuluhan kebahasaan secara langsung bagi para pelaku ekonomi dan pembangunan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, di berbagai propinsi. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh keseragaman kaidah dan penerapannya dalam berbagai laras bahasa (jenis penggunaan bahasa) sehingga tujuan pengembangan bahasa-salah satu tujuan itu adalah pembakuan bahasa dapat dicapai.
Ada dua hal yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembinaan bahasa, antara lain kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa. Ini bertujuan agar masalah pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang pada gilirannya akan dapat menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
1.Kebijakan bahasa
Dalam seminar politik bahasa nasional yang diadakan di Jakarta tahun 1975, kebijakan bahasa diartikan sebagai pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberi perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengelolaan keseluruhan kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional.
Tujuan kebijakan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas bangsa.
Oleh karena itu, kebijakan bahasa yang telah diambil Indonesia dari perkataan di atas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunukasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Selain itu, kebijakan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut sebagai korpus bahasa.
2.Perencanaan bahasa
Istilah perencanaan bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh Haugen (1959). Ia menyatakan bahwa perencanaan bahasa adalah usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang di inginkan oleh para perencana. Menurut Hougen selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah.
Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan language planning ini sebenarnya sudah berlangsung sebelum nama itu diperkenalkan oleh Hougen (Moeliono 1983), yakni sejak zaman pendudukan Jepang ketika ada Komisi Bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan majalah Pembina Bahasa Indonesia tahun 1948. Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van op huijsen menyusun ejaan bahasa Melayu (Indonesia).
Lalu, siapa yang harus melakukan perencanaan bahasa itu? Siapapun sebenarnya bisa menjadi pelaku perencanaan itu dalam arti perseorangan atau lembaga pemerintah atau lembaga swasta. Dalam sejarahnya, tampaknya, yang menjadi pelaku perencanaan itu adalah lembaga kebahasaan, baik dalam instansi maupun bukan.
Suatu perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistim ejaan yang ideal (baku) yang dapat digunakan oleh penutur dengan benar, sebap adanya sistem ejaan yang di sepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi.
Pelaksanaan perencanaan bahasa ini kemungkinan besar akan mengalami hambatan yang mungkin akibat dari perencanaannya yang kurang tepat; bisa juga dari para pemegang tampuk kebijakan, dari kelompok sosial tertentu, dari sikap bahasa para penutur, maupun dari dana dan ketenagaan. Perencanaan yang kurang tepat bisa bersumber dari pengambilan kebijaksanaan yang tidak tepat atau keliru, karena salah mengistemasi masalah kebahasaan yang harus diteliti.
Hambatan dari pemegang tampuk kebijakan bisa terjadi karena mereka yang memegang tampuk kebijakan diluar bidang bahasa. Di Indonesia, misalnya tidak jarang, ada orang yang cukup berpengaruh bukannya tidak memberi contoh penggunaan bahasa yang baik, malah juga melakukan tindakan yang tidak menunjang pembinaan bahasa. Antara lain dengan mengatakan “soal bahasa adalah urusan guru bahasa”.

C. Pembinaan bahasa Indonesia di sekolah
Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Di sanalah jutaan anak bangsa memburu ilmu. Bahasa Indonesia jelas akan menjadi sebuah kebanggaan dan kecintaan apabila anak-anak di sekolah gencar dibina, dilatih, dan dibimbing secara serius dan intensif sejak dini. Bukan menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar bahasa, melainkan bagaimana mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Durdje Durasid (1990), bahwa berbahasa yang baik adalah berbahasa yang mengandung nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya; sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa yang secara cermat mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
Oleh sebab itu, perencanaan mutlak dibutuhkan supaya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar tidak akan terus terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika apabila tidak diimbangi dengan kejelasan strategi dan basis pembinaan. Mengharapkan keteladanan generasi sekarang jelas merupakan hal yang berlebihan. Berbahasa sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan kultur sebuah generasi. Yang kita butuhkan saat ini adalah lahirnya sebuah generasi yang dengan amat sadar memiliki tradisi berbahasa yang jujur, lugas, logis, dan taat asas terhadap kaidah kebahasaan yang berlaku.
Generasi semacam itu dapat dibentuk di sekolah. Mengingat bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar dalam pengajaran di sekolah-sekolah. Dengan menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan memiliki kesetiaan, kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa negerinya sendiri, tidak mudah larut dan tenggelam ke dalam kubangan budaya global yang kurang sesuai dengan jatidiri dan kepribadian bangsa. Bahkan, bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi ”pionir” yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan komunikatif di tengah kancah percanturan global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya sebagai bangsa yang tinggi tingkat peradaban dan budayanya.
Melahirkan generasi yang memiliki idealisme dan apresiasi tinggi terhadap penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian, jika kemauan dan kepedulian dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, tentu bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Pembinaan bahasa Indonesia di sekolah tidak boleh hanya ditumpukan kepada guru bahasa, melainkan semua pihak yang terlibat di sekolah. Mulai dari Kepala Sekolah, guru-guru mata pelajaran lain, karyawan, hingga siswa itu sendiri.
Hal ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara: (1) menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan benar, (2) membiasakan siswa menggunakan tutur lengkap dan tutur ringkas, dan (3) menyediakan buku-buku yang baik bagi siswa.
Pertama, menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan benar. Guru sebagai pihak yang paling akrab dengan siswa di sekolah harus mampu memberikan keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya malah melakukan ”perusakan” bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang selama ini kita saksikan.
Kedua, tutur lengkap dan tutur ringkas. Tutur lengkap (elaborated code) dan tutur ringkas (restricted code) adalah dua istilah yang dimunculkan oleh Basil Berstein dari London University. Menurut Berstein, tutur lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi seperti debat formal atau diskusi akademik. Sedangkan, tutur ringkas cenderung digunakan dalam suasana tidak resmi seperti dalam suasana santai.
Dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa oleh seseorang anak, maka tutur lengkap dan tutur ringkas perlu diangkat ke permukaan. Tutur lengkap tentu saja mengandung kalimat-kalimat yang lengkap dan sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah sintaktis yang ada. Ungkapan-ungkapan dinyatakan secara jelas. Perpindahan dari kalimat yang satu ke kalimat yang lainnya terasa runtut dan logis, tidak dikejutkan oleh faktor-faktor non-kebahasaan yang aneh-aneh.
Tutur ringkas sering mengandung kalimat-kalimat pendek, dan biasanya hanya dimengerti oleh peserta tutur. Orang luar kadang-kadang tidak dapat menangkap makna tutur yang ada, sebab tutur itu sangat dipengaruhi antara lain faktor-faktor non-kebahasaan yang ada pada waktu dan sekitar pembicaraan itu berlangsung. Bahasa yang dipakai dalam suasana santai antara sahabat karib, sesama anggota keluarga, antar teman, biasanya berwujud singkat-singkat seperti itu.
Ketiga, menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik, dan mencerahkan bagi dunia anak. Buku-buku yang disediakan tidak cukup hanya terjaga bobot isinya, tetapi juga harus betul-betul teruji penggunaan bahasanya sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang baik ke dalam ruang batin anak. Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi dengan buku-buku bermutu, bukan buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan ketinggalan zaman.
Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar, antara lain:
1.Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka, 2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku.
2.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003, edisi ketiga) - 486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia.
3.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan menerjemahkan istilah asing.
Itulah ketiga buku yang harus ada bila bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar, misalnya seperti di bawah ini:
1.Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Guru (Zaenal Arifin, 1986, edisi terbarunya - 2005).
2.Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu, dan
3.Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis. Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990).

III. PENUTUP
Di dalam UUD 1945 tercantum dalam pasal 36, kedudukan bahasa Indonesia ditetapkan: bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: lambang kebanggaan nasional, lambang jati diri (identitas) nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya dan, alat perhubungan antar budaya antar daerah.
Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat penting, maka perlu dilakukan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian bahasa Indonesia.
Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Hal ini dapat dilakukan dengan cara: (1) menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan benar, (2) membiasakan siswa menggunakan tutur lengkap dan tutur ringkas, dan (3) menyediakan buku-buku yang baik bagi siswa.
Patut diingat bahwa membina bahasa Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab para pakar bahasa yang berkecimpung dalam dalam bahasa dan sastra Indonesia, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua putra dan putri Indonesia yang cinta tanah air, bangsa dan bahasa. Dengan perkataan lain, membina bahasa Indonesia itu menjadi kewajiban kita semua, bangsa Indonesia.


Daftar Pustaka :
Rosidi, Ajip. 2001. Bahasa Indonesia Bahasa Kita Sekumpulan Karangan. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.
http://ferdinan01.blogspot.com/2009/02/sosiolinguistik-pengembangan-dan.html
http://ibahasa.blogspot.com/2008/03/pembinaan-bahasa-indonesia.html
http://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg23289.html
http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=56&row=3

Tidak ada komentar: