Sabtu, 15 Agustus 2009

Teater Anak (Sekolah) yang Bias

Teater anak terbukti mampu menghadirkan aktor, aktris dan sutradara panggung dan atau sinema berkelas. Arifin C. Noer, Rendra, Sari Sabda Bhakti Madjid, Suyatna Anirun, Adi Kurdi, Jim Adilimas, Teguh Karya, Putu Wijaya, Butet Kertarajasa, dan Norbertus Riantiarno adalah beberapa nama yang dimaksud. Sayangnya ada sesuatu yang bias dalam pengembangan teater anak.

ISTILAH TEATER berasal dari Bahasa Inggris "theater" atau "theatre", Bahasa Perancis "théâtre" berasal dari Bahasa Yunani "theatron", θέατρον, yang berarti "tempat untuk menonton". Di Yunani seni pertunjukkan ini dikenalkan oleh beberapa tokoh seperti Thucudides (471-398 SM), Plato (428-345 SM), dan Herodotus. Menurut Boen (1971: 14-15), teater mewakili tiga pengertian, yaitu: (a) gedung pertunjukan, (b) publik, dan (c) karangan tonil.

Teater anak digunakan untuk menyebut teater yang dimainkan atau dipentaskan oleh anak. Biarpun tidak menutup kemungkinan ada campur tangan dari orang dewasa dalam penggarapan pementasan teater anak. Toh yang tampil di atas panggung adalah anak. Biasanya teater anak ada di sekolah-sekolah, baik di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA), dan yang sederajat.

Awal mula
Almarhumah Deliana Surawijaya adalah pelopor teater anak di negeri ini. Sejak awal teater anak dibiarkan untuk menemukan eksistensinya sendiri. Dalam perkembangannya, teater anak tetap ada namun tidak untuk hidup layak. Teater anak selama ini hanya diorientasikan untuk mengisi pementasan akhir tahun pelajaran di sekolah, seperti saat kenaikan kelas atau acara wisuda kelulusan. Lebih dari itu, teater anak disiapkan untuk diikutkan lomba teater oleh pihak sekolah. Ironisnya lomba teater anak, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, propinsi maupun nasional, pun jarang sekali. Masalah yang sering dihadapi dalam pengembangan teater anak di sekolah adalah faktor dana.

Kita patut berbangga, di tangan dingin Jose Manua—orang yang dianggap sebagai penerus almarhumah Deliana—teater anak Indonesia, diwakili Teater Tanah Air (TTA: sejak 1988) yang ia pimpin, telah mampu mengukir prestasi di kancah internasional. Terbukti teater anak Indonesia tidak kalah berprestasi dibanding olahraga atau Olimpiade Matematika atau Sains.

Dengan lakon Bumi Ada di Tangan Anak-anak karya Danarto TTA menyabet medali emas dan meraih The Best Performance tingkat Asia Pasifik dalam Asia Pasific Festival of Children Theatre 2004 di Toyama, Jepang. Setelah itu pada tahun 2006 dengan mementaskan Wow karya Putu Wijaya, TTA memboyong 19 medali emas dari hampir seluruh kategori dalam Festival Teater Anak-anak se-Dunia ke-9 di Lingen, Jerman. Ini capaian fenomenal. Spontan, 12 negara mengundang Jose pentas di negara mereka.
Namun, kemenangan mereka disambut dingin di Tanah Air. Prestasi ini rupanya masih belum cukup untuk menarik perhatian dunia pendidikan. Masih sedikit ditemui sekolah-sekolah yang menyelenggarakan ekstrakurikuler teater.

Manfaat teater
Orang menyepelekan kegiatan teater karena melihat hasil akhir sebuah pementasan saja. Kalau pentas itu menghibur, mereka sebut teater penting. Tetapi kalau tidak menghibur dan membuat ruwet pikiran karena tak paham sejak awal sampai akhir pementasan, teater dikatakan tidak penting. Padahal, kepekaan hati seseorang bisa diasah melalui tontonan teater. Hidup ini tidak harus tertawa terus, tetapi perlu melatih otak untuk berpikir. Banyak pertunjukan teater yang mengajak penontonnya untuk melatih otak semacam itu.

Bagi anak, bermain teater akan memberikan banyak manfaat. Anak-anak yang di depan kelas tak berani menatap guru, di atas panggung ia berani menatap begitu banyak penonton. Rasa percaya diri ini akan meresapi kepribadian anak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diimbangi dengan pertumbuhan kemampuan anak berasosiasi, berimajinasi, daya pikir, daya empati, daya apresiasi, dan sebagainya, yang membuat anak sadar akan situasi sosial, nilai-nilai kebersamaan, nilai saling menghargai, dan lain-lain. Hal ini yang dimaksud dengan seni teater dapat digunakan mengembangkan "kecerdasan halus" anak.

Bandingkan dengan anak yang sehari-hari berada di depan komputer, dan tak bisa bersosialisasi dengan orang lain, sehingga kecerdasan emosionalnya amat tipis. Umumnya, anak-anak teater cukup menonjol di sekolah, baik kecerdasan maupun kepribadiannya. Rata-rata anak yang bagus di panggung, prestasi belajarnya di sekolah pun di atas rata-rata.

Selain itu, anak akan belajar mengambil hikmah dari setiap peran dan lakon yang dipentaskan. Biasanya teater mementaskan apa saja yang ada dalam kehidupan manusia dan alam. Dari sini anak akan belajar bagaimana hidup sebagai manusia dengan manusia lain secara manusiawi dan dapat hidup seimbang dengan alam.

Mengelola
Jose Manua dalam melatih anak bermain teater memposisikan diri sebagai pihak yang tak mau ikut masuk. Anak diberi kebebasan menemukan perannya sendiri dalam teater. Kuncinya, anak harus lepas dari rasa malu. Setelah itu, seorang anak harus dirangsang rasa imajinasinya, rasa asosiasinya, rasa fantasinya, sehingga mengalami apa yang juga dialami si peran. Hal ini yang dilakukan oleh Jose Manua untuk mengembangkan "kecerdasan halus" anak.

Oleh sebab itu Jose Manua-Jose Manua lain yang ada di daerah-daerah ataupun kota, diharapkan segera dapat menghimpun pikiran dan tenaga untuk dapat mengembangkan teater anak. Dengan segenap ketrampilan yang dimiliki dengan dedikasi tinggi teater anak akan mencapai puncak prestasi dan tetap eksis.

Pihak sekolah dan pemerintah melalui dinas pendidikan pun harus segera mengambil peran strategis untuk pengembangan teater anak di sekolah. Dapat dilakukan dengan mengadakan ekstrakurikuler teater di sekolah atau bagi dinas pendidikan dengan menyelenggarakan perlombaan teater anak secara rutin. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan (sekolah) dalam pembentukan kepribadian yang luhur dalam diri anak didik. Karena teater anak terbukti mampu mengembangkan apa yang disebut sebagai "kecerdasan halus" anak.

Masyarakat pun akan diuntungkan dengan adanya teater anak yang semarak dan terus eksis berkembang. Ruang pertunjukkan, baik panggung maupun layar, tidak akan sepi. Masyarakat pun akan menikmati tontonan berkelas dan memikat menggantikan Arifin C. Noer, Rendra, Sari Sabda Bhakti Madjid, Suyatna Anirun, Adi Kurdi, Jim Adilimas, Teguh Karya, Putu Wijaya, Butet Kertarajasa, dan Norbertus Riantiarno pada masa mendatang.

Tidak ada komentar: