Rabu, 26 Agustus 2009

Bunuh Harimau dalam Diri


oleh Eko Pujiono

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia atau kelak di akhirat, baik oleh manusia dan atau Tuhan. Mengakui “dosa” adalah “jalan aman” untuk meringankan beban sebelum ajal menjemput. Bertobatlah sebelum terlambat. Begitulah pelajaran yang dapat diambil dari Novel Harimau! Harimau! (HH) karya Mochtar Lubis.

HH bercerita tentang perjalanan sekelompok pencari kayu damar di belantara hutan Sumatra. Dalam perjalanan pulang, mereka harus berhadapan dengan takdir mereka saat terjebak dalam kejaran harimau jantan tua yang sangat lapar. Mereka adalah Wak Katok, Pak Haji Rahmad, Pak Balam, Sutan, Sanip, Talib, dan Buyung. Hanya Buyung dan Saliplah yang berhasil selamat.

Persoalan bermula ketika Pak Balam diterkam harimau. Ia berhasil selamat, tapi kondisinya luka parah. Pak Balam menganggap bahwa harimau itu adalah utusan Tuhan untuk menuntut mereka atas dosa-dosa yang pernah diperbuat. Oleh sebab itu, masing-masing harus bertobat dan mengakui dosa-dosanya.

Kemudian satu per satu dari mereka diserang harimau setelah mengakui dosa-dosa masa lalu. Mereka saling terkejut karena menyadari bahwa seseorang yang selama ini dikenal baik rupanya adalah seorang pendosa.

Mochtar Lubis lewat tokoh Wak Katok mengungkapkan ciri pemimpin yang lemah. Wak Katok, seorang dukun besar ahli bela diri yang disegani, namun tidak berhasil mengatur serta membina hubungan yang lebih baik dengan para anggota atau bawahannya. Begitu pula, dia tidak mampu melindungi anggota kelompoknya dari serangan lawan. Dia hanya mementingkan keselamatan dan kepentingan diri sendiri.

Hal ini terjadi karena Wak Katok sebenarnya adalah seorang yang penakut, bersifat lemah dan pura-pura. Kehebatan pemimpin hanya di mulut saja. Mulanya, memang dia dianggap sebagai pemimpin yang hebat dan berwibawa. Tetapi ketika dia dengan kelompoknya berada dalam suatu bahaya, dia tidak mampu menampakkan semuanya itu, sehingga anggota kelompok tidak hormat dan percaya lagi pada dirinya. Anggota kelompok berbalik menentang pemimpinnya.

Permasalahan lain tentang perkawinan. Ini terlihat dari hubungan perkawinan antara Siti Rubyah dengan Wak Hitam yang tidak adanya kebahagiaan dalam perkawinan, terutama Siti Rubyah. Akibatnya, menimbulkan sifat ketidaksetiaan pada diri Siti Rubyah. Dia tidak lagi menjadikan suaminya sebagai tempat untuk mencurahkan segala kasih sayangnya. Karena Rubyah tidak mendapatkan layanan sebagai seorang istri dari Wak Hitam, maka timbullah di dalam dirinya usaha untuk mendapatkan hal itu dari Buyung dan Wak Katok.

Ketidak-bahagiaan dalam perkawinan karena tidak jelasnya dasar dan tujuan perkawinan yang sesungguhnya. Perkawinan bukanlah merupakan manifestasi dari kerelaan dan rasa saling membutuhkan tetapi dilatarbelakangi oleh keterpaksaan.
Sementara itu, lewat tokoh Buyung Mochtar Lubis mengungkapkan bahwa menolong orang lain harus dilakukan saat itu juga dan tanpa pamrih. Kejujuran sebagai kuncinya. Menyembunyikan keburukan diri sebagai lawannya.

Kisah yang disusun Mochtar Lubis ini terangkai dengan sangat baik sehingga mampu membuat para pembacanya penasaran. Alur cerita yang sulit ditebak membuat kisah ini menjadi sangat menarik. Mochtar Lubis sangat pandai dalam mendeskripsikan setiap kejadian dan konflik sehingga pembaca menjadi terbawa dalam kisah ini.

Secara umum, Mochtar Lubis berusaha mencitrakan harimau sebagai sosok yang jahat, penguasa yang zalim, kekejaman, dan sisi keburukan manusia. Untuk itu, harimau harus dibunuh, termasuk harimau yang bersarang di diri setiap manusia.

Atas penerbitan novel HH, Mochtar Lubis memperoleh hadiah dari Yayasan Buku Utama sebagai buku penulisan sastra terbaik tahun 1975. (Eko Pujiono)

Judul : Harimau! Harimau!
Pengarang : Mochtar Lubis
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun terbit : 1975
Tebal : 215 halaman

Tidak ada komentar: