Rabu, 26 Agustus 2009

Telaah Munculnya Pemikiran Pembaruan Islam


Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme

Oleh Eko Pujiono

Pada Januari 1981 di Kairo, Mesir terbit jurnal Al Yasar Al Islami (Islam Kiri) yang menjadi buah bibir. Meski hanya sempat terbit sekali, namun kemunculannya yang sekilas itu tidak dapat menghapus begitu saja makna kehadiran ide “Kiri Islam” itu sendiri.

Dr. Hassan Hanafi yang menerbitkan jurnal itu. Ia adalah seorang filosof hukum Islam, seorang pemikir Islam dan gurubesar pada Fakultas Filsafat Universitas Kairo. Gelar doktornya diperoleh dari Sorbonne University, Paris, pada tahun 1966.
Kazuo Shimogaki di dalam buku Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme melakukan telaah kritis atas pemikiran Hassan Hanafi.

Dalam kata pengantar, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menulis agar kita tidak salah mengartikan Kiri Islam. Kiri Islam bukanlah Islam yang berbaju Marxime. Hassan Hanafi harus dipahami bahwa ia membawa gagasan pembebasan melalui penghancuran konstruk lama yang serba reaksioner dari Feodalisme Kapitalistik yang menguasai masyarakat-masyarakat dunia yang sedang berkembang. Karena kaum rekasioner dinilai sebagai “Kaum Kanan”.

Sementara itu, Shimogaki menilai bahwa istilah Kiri harus dilihat dari akar sejarahnya. Sebagaimana luas diketahui, bahwa sejak Revolusi Perancis kelompok radikal, kelompok Jakobin, mengambil sisi kiri dari kursi Ketua Kongres Nasional. Sejak itu, Kanan dan Kiri sering digunakan dalam terminology politik. Secara umum, Kiri diartikan sebagai partai yang cenderung radikal, sosialis, anarkis, reformis, progresif, atau liberal. Dengan kata lain Kiri selalu menginginkan sesuatu yang bernama kemajuan (progress), yang memberikan inspirasi bagi keunggulan manusia atas sesuatu yang bernama “takdir sosial”.

Hasan Hanafi, tulis Gus Dur, mendorong kita mereguk sepuas-puasnya air dari sumber Universalisme, yang berintikan pembebasan kaum Muslim dari keterikatan yang membuat mereka bodoh dan terbelakang selama ini.

Dari kajian ilmiah atas satu bidang studi keislaman, ia menaikkan taraf pemikirannya kepada pembuatan paradigma ideologi baru, termasuk pengajuan Islam sebagai alternative pembebasan bagi rakyat jelata di hadapan kekuasaan kaum feodal.
Shimogaki mengungkapkan, salah satu keprihatinan utama Hassan Hanafi adalah bagaimana melanjutkan proyek yang didisain untuk membuat dunia Islam bergerak menuju pencerahan yang menyeluruh. Wajah pertama, adalah perananya sebagai seorang pemikir revolusioner. Wajah kedua, adalah sebagai seorang reformis tradisi intelektual Islam klasik. Wajah ketiga adalah penerus gerakan al-Afghani (1838-1896)
Radikalitas, progesifitas-kontekstual, dan resistensi yang menggelora terhadap arus hegemonik peradaban Barat, adalah nuansa-nuansa “Kiri Islam” yang segera mengingatkan Shimogaki kepada arus baru “dekontruksi peradaban” yang dewasa ini sangat deras mengalir dan dikenal luas sebagai gelombang “postmodernisme”.

Kiri Islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi Islam (revolusi Tauhid), dan kesatuan ummat, yakni: revitalisasi khazanah Islam klasik, perlunya menantang peradaban Barat, dan analisis atas realitas dunia Islam.

Kesimpulannya, Shimogaki seolah “mengejek” pandangan dikotomik Hanafi yang simplistik-ideologis dan “memuji” pandangan dunia Tauhid yang diproyeksikannya dalam suatu jaringan relasional (relational network), menunjukkan agenda implisit bagaimana gerakan “Kiri Islam” ini harus dipandang dan dikembangkan bagi suatu proyeksi “pemikiran garda-depan”. (Eko Pujiono)

Judul Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme telaah kritis atas pemikiran Hassan Hanafi
Judul asli : Between Modernity and Posmodernity The Islamic Left and Dr Hassan Hanafi’s Thought : A Critical Reading
Pengarang : Kazuo Shimogaki
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Tahun : 1993
Tebal : 143 halaman

Tidak ada komentar: