Rabu, 26 Agustus 2009

Indonesia Membaca dan Menuliskan Indonesia

“Dengan cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diploklamirkan oleh Soekarno-Hatta dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia. Negeri yang dahulu dikenal sebagai Nusantara ini terletak di posisi strategis antara benua Asia dan benua Australia, serta di antara Samudra Hindia dan Pasifik. Indonesia merupakan wilayah kepulauan dengan lebih dari 8.112 pulau yang dihuni oleh lebih dari 500 suku bangsa, dan berpenduduk telah mencapai 220 juta jiwa. Kemajemukan ada di negeri yang menurut dongeng dikenal gemah ripah loh jinawi. Bahkan Koes Bersaudara menggambarkan negeri yang pernah dijajah oleh perusahaan perdagangan Belanda (VOC) dan dilanjutkan oleh pemerintah Belanda selama 3,5 abad, serta dijajah oleh saudara tua, Jepang, selama 3,5 tahun ini lewat dendangnya sebagai negeri yang apa yang menancap di buminya akan tumbuh subur.”

Begitulah sedikit bacaan tentang Indonesia. Bacaan yang lebih banyak lagi tentang Indonesia belum banyak ditulis. Indonesia harus membaca dan menuliskan Indonesia.
Seruan “Iqro!” tentu tidak asing lagi di telinga kita. “Baca!” dalam sejarah pewahyuaan Al Qur’an adalah kalam yang pertama kali disampaikan oleh Tuhan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Kenapa manusia diperintahkan untuk membaca, padahal manusia (Muhammad) tidak bisa baca-tulis. Untuk meyakinkan manusia (Muhammad), Jibril menyeru iqro’ sebanyak tiga kali. Seruan itu dijawab gemetaran oleh Muhammad. Adakah yang penting dengan membaca? Seberapakah?

Setelah sekitar 23 tahun sejak pewahyuan yang pertama itu, barulah Islam disempurakan dengan wahyu terakhir, Al Maidah ayat 3. Hal ini menunjukkan bahwa “membaca” adalah pembuka turunnya Islam di muka bumi ini sebagai “Rohmatan lil alaamin” yang memakan proses yang panjang dan penuh halang-rintang.

Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati); mengeja atau melafalkan apa yang tertulis; mengucapkan; mengetahui; meramalkan; meduga; memperhitungkan.

Sesuai perkembangan zaman (pemahaman manusia) membaca mengalami perluasan makna; membaca tidak hanya dapat dilakukan terhadap sesuatu yang tertulis, bahkan sesuatu yang tergambar, bergerak, tingkah laku atau perilaku dapat dijadikan sebagai objek bacaan. Pembacaan yang semacam ini condong dan lazim disebut sebagai pengamatan. Pengamatan tidak saja dilakukan dengan indera pengihatan saja, melainkan juga indera yang lain, seperti pencecapan, pembauan, perabaan, dan pendengaran. Dalam konteks ini “membaca” jauh lebih kompleks.

Sedangkan menulis adalah menuangkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan media tulis (alat tulis). Saat ini banyak media tulis yang dapat digunakan, antara lain: batu, daun, kertas, pena, pensil, kapur, papan tulis, mesin ketik, komputer, dan lain sebagainya. Tulisan merupakan simbol-simbol, berupa huruf, angka, atau gambar, yang memiliki makna. Sesuai perkembangan zaman, menulis juga mengalami perluasan makna, yakni sebagai proses menuangkan hasil penginderaan manusia dengan menggunakan media tulis.

Penggunaan tulisan oleh masyarakat menjadi pembeda pembagian zaman antara pra-sejarah dan sejarah. Zaman dimana sudah dikenal dan digunakannya tulisan disebut zaman sejarah.

Membaca dan menuliskan Indonesia diawali dengan asumsi bahwa dengan melakukan proses tersebut maka di dalamnya terhadap proses identifikasi, memahami dan memaknai segala hal yang ada di Indonesia. Kenapa kita harus melakukan proses-proses tersebut? Ya, karena kita harus menemukan dan menjadikan Indonesia sesuai apa yang diinginkan oleh Indonesia dengan cara (ala) Indonesia. Ungkap seorang mahasiswa “Kalau bukan kita, siapa lagi!”

Pembacaan dan penulisan Indonesia kalau tidak dilakukan oleh Indonesia sendiri yang ditakutkan adalah hasilnya akan disalahgunakan. Penyalahgunaan ini dapat dicontohkan melalui penjajahan yang telah dilakukan oleh Belanda. Sebelum menjajah Indonesia, Belanda membaca apa saja yang dimiliki oleh Indonesia, seperti rempah-rempah, kebudayaan, dan lain sebagainya, sehingga mereka tertarik dan dapat diterima baik oleh bangsa Indonesia kala itu.

Apa sajakah yang dapat dibaca dan ditulis Indonesia? Banyak hal (bahkan tak terbatas), antara lain: kondisi geografis, kekayaan alam dan manusia (potensi), hambatan dan tantangan, dan sebagainya, dalam segala perspektif, baik sejarah, budaya, sosial, ekonomi, politik, hukum, antropologi, pendidikan, dan lain-lain. Selain itu kita dapat membaca dan menuliskan sejarah dan realitas Indonesia. hal ini dapat dibuktikan, salah satunya, oleh terbitnya media massa cetak maupun elektronik setiap hari. Melalui media tersebut Indonesia dituliskan dan dibaca setiap hari oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun.

Oleh sebab itu dibutuhkan pembaca dan penulis Indonesia yang benar-benar memiliki kompetensi yang cakap. Pembacaan dan penulisan yang baik haruslah tidak merubah makna apa yang dipindahkan (diinformasikan). Dalam sekup yang lebih kecil, di IKIP PGRI Semarang dibutuhkan pembaca dan penulis yang handal untuk membaca dan menuliskan IKIP PGRI Semarang. Kalau bukan IKIP PGRI Semarang (baik mahasiswa, dosen, dls) yang membaca dan menuliskan IKIP PGRI Semarang, lalu siapa? Ungkap seorang mahasiswa “Kalau bukan kita, siapa lagi!” (Eko Pujiono)

Tidak ada komentar: