Sabtu, 15 Agustus 2009

Perpusnya IKIP PGRI Semarang

Buku adalah jendela dunia. Sedangkan perpustakaan adalah tempat jendela-jendela itu bernaung. Begitulah ungkapan dari banyak orang yang sangat terkenal itu. Di perpustakaan kita bisa menemukan berbagai jenis buku yang dikoleksi dan siap untuk diambil ilmu pengetahuannya. Tidak salah jika kita semua berbondong-bondong menuju perpustakaan dan duduk manis di ruang baca sambil membaca buku-buku yang kita minati. Namun apa yang terjadi bila ruang perpustakaan penuh sesak oleh pengunjung yang sama-sama ingin mendapatkan ilmu? Jawaban yang pasti adalah keadaan tidak nyaman. Apalagi jika ditambah minimnya koleksi buku yang ada; sungguh menjengkelkan.

Di Perpustakaan IKIP PGRI Semarang, beberapa waktu lalu, hal yang sedemikian itu hampir sama terjadi. Sebagai pembeda hanyalah bahwa jumlah koleksi buku yang melimpah ditambah dengan minat baca mahasiswa yang tinggi yang terjadi adalah ruang baca yang kurang memadahi. Mengamati kondisi yang semacam itu waktu demi waktu keinginan untuk membangun gedung perpustakaan yang baru menggantikan lokasi perpustakaan di GU lantai 3 menjadi suatu hal yang harus direalisasikan. Keiinginan itu pun terpenuhi pada Selasa, 11 September 2007, setelah diresmikan gedung Perpustakaan IKIP PGRI Semarang yang baru, terletak di Jln. Lingga Raya Semarang, oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz, M.PA.

Peletakan batu pertama pembangunan gedung perpustakaan ini dilakukan pada tanggal 9 April 2007. Pembangunannya memakan waktu 175 hari kalender, dan menghabiskan biaya Rp. 5.575.700.000,-, dengan luas bangunan 1.286,88 m2.
Peresmian Gedung Perpustakaan yang juga dihadiri oleh Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip, dilaksanakan di lantai dasar gedung perpustakaan yang tersusun empat lantai ini. Pemanfaatan masing-masing lantai digunakan untuk keperluan: lantai 1 (dasar) untuk ruang parkir; lantai 2 sebagai ruang loby, kantin, internet, Kantor IKIP PGRI Semarang Press, dan Klinik Kesehatan; lantai 3 sebagai ruang Pimpinan Perpustakaan, Ruang Perpustakaan (Ruang sirkulasi, buku, baca); dan lantai 4 untuk ruang baca dan referensi.

Dalam sambutannya Rektor IKIP PGRI Semarang Drs. Sulistiyo, M.Pd., mengungkapkan bahwa sejak berdirinya pada tanggal 23 Juli 1981, IKIP PGRI Semarang telah meluluskan 17.813 Sarjana Pendidikan dan Ahli Muda Pendidikan. Pada tahun akademik 2007/2008 mahasiswa IKIP PGRI Semarang berjumlah 10.298 mahasiswa yang terdiri dari empat fakultas, yaitu: Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), dan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS).

Seiring dengan meningkatnya minat membaca mahasiswa, IKIP PGRI Semarang membangun Gedung Perpustakaan berlantai empat, yang peletakan batu pertamanya dilaksanakan tanggal 9 April 2007, dengan biaya sebesar Rp. 5.575.700.000,-,” ungkap rektor.
“Sebagai LPTK terbesar di Jawa Tengah, IKIP PGRI Semarang sudah semestinya apabila dapat menjadi wadah utama bagi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan kualitas pendidikan terutama kualitas guru. Sehubungan dengan hal tersebut IKIP PGRI Semarang dengan sungguh-sungguh akan terus meningkatkan kualitasnya agar dapat ikut berpartisipasi secara maksimal dalam membangun pendidikan di Jawa Tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya,” imbuh rektor.

***

Pada kesempatan lain, Senin (17/09), Asrofah, M.Pd., Ketua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan IKIP PGRI Semarang, saat ditemui Suara Kampus di ruang kerjanya menginformasikan berbagai hal tentang perpustakaan. Bu As, begitu sapaan akrab beliau, sebelumnya tampak sibuk mengamati mahasiswa yang hilir-mudik dari dan ke perpustakaan. Dengan senyum manis beliau mengantarkan mereka untuk menerima pelayanan terbaik.

Keberadaan perpustakaan sudah dirintis sejak berdirinya IKIP PGRI Semarang pada tahun 1981. Atas prakarsa Rektor yang pada waktu itu dijabat oleh Taruna, S.H., maka pada tahun 1985 berdirilah perpustakaan IKIP PGRI Semarang yang masih sangat sederhana. Untuk menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan civitas akademika, beberapa kali mengalami perpindahan tempat. Setelah menempati Gedung A, Gedung Utama, kini menempati gedung tersendiri di jalan Lingga Raya.

Mengenai pelayanan, sesuai dengan visi yang diemban—mewujudkan perpustakaan terpadu dengan berbasis teknologi informasi—Perpustakaan IKIP PGRI Semarang menerapkan sistem pelayanan terbuka. Artinya, menurut Bu As, seluruh civitas akademika, baik mahasiswa, dosen atau karyawan, bebas mencari, membaca dan meminjam buku yang diminati sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Mirip swalayan, ya bu …,” seloroh Suara Kampus yang diiyakan Bu As.

Agar user, pengguna, tidak kebingungan dalam mencari buku yang diinginkan, buku-buku yang ada sudah diklasifikasikan sesuai dengan standar terbaik perpustakaan. Bu As menyarankan jika user ingin menemukan koleksi buku sesuai keinginan dengan cepat, dapat digunakan penelusuran elektronik berupa katalok elektronik pada komputer anjungan yang disediakan dengan software SIPRUS. “Kalau user gaptek (gagap teknologi: red) dapat meminta bantuan karyawan yang tidak terlalu sibuk melayani pengunjung lain,” imbuh Bu As.

Koleksi yang dimiliki oleh Perpustakaan IKIP PGRI Semarang kini telah mencapai lebih dari 45.000 eksemplar dan terdiri dari 38.000 lebih judul. Menurut Bu As, jumlah koleksi ini akan terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen untuk keperluan perkualiahan, juga berkat saran dari para pengunjung yang meminta pengadaan buku tertentu yang belum ada melalui komputer anjungan atau kotak saran.
Demi kenyamanan pengunjung, berbagai fasilitas pendukung sudah disediakan. Menurut Bu As, selain menerapkan standar sempurna perpustakaan, sistem pelayanan berbasis komputerisasi, komputer jaringan internet, ruangan ber-AC, meja baca pribadi, meja baca kelompok, pengunjung juga dimanjakan dengan alunan musik asyik untuk menciptakan suasana nyaman dan jauh dari keheningan yang terkesan sepi dan seram.

“Perpustakaan itu harusnya ramai, dalam artian pengunjung hiruk-pikuk mendapatkan pelayanan terbaik saat pinjam atau mengembalikan buku. Ramai mendiskusikan atau melakukan kajian pustaka. Bukan ramai karena ngerumpi,” ungkap Bu As.

Perpustakaan kebanggaan IKIP PGRI Semarang dan kebanggaan Jawa Tengah sebagai perpustakaan yang paling direkomendasikan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah untuk mencari koleksi/referensi kependidikan/keguruan ini, juga tidak lepas dari tangan-tangan jahil segelintir pengunjungnya. Kejahilan ini berbentuk kekurang pedulian pengunjung dalam menjaga dan merawat koleksi yang dimiliki.

“Orang-orang semacam itu biasanya goblok. Maunya cepat, tidak mau mencatat. Mereka menyobek halaman buku atau skripsi yang dibutuhkannya,” tutur Bu As jengkel.

“Padahal koleksi yang ada di perpustakaan kita ini adalah milik kita bersama. Wajib kita jaga bersama,” imbuh Bu As.

Menyadarkan orang seperti itu, menurut beliau, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Pertama kali saat mahasiswa baru mengikuti PEKKA kita sudah menginformasikan semua hal tentang perpustakaan, termasuk tata tertibnya. Mereka—saya akui tidak hanya satu dua—kami harap memperbaiki sikapnya. Sekali kami ingatkan; dua kali kami menyurati jurusan dan mewajibkannya membuat surat pernyataan; tiga kali kami cabut keanggotaannya dan melaporkannya pada yang berwajib karena memang sudah termasuk pelanggaran hukum,” tegas Bu As.

Untuk mengantisipasi itu, menurut Bu As, telah disiapkan perangkat pengamannya. “Pertama, tidak memperbolehkan membawa tas atau stopmap masuk ke dalam perpus. Kedua, kami mencoba mengingatkan bagi semua pengunjung dengan tempelan tulisan, seperti: ‘Jangan Pertaruhkan Harga Dirimu Hanya dengan Sebuah Buku’. Ketiga, dengan menyiapkan petugas, selain untuk membantu mahasiswa untuk mencarikan buku juga sekaligus mengawasi. Terakhir, dengan memasang alat CCTV di sudut-sudut ruang perpustakaan,” ungkap Bu As.

Perpustakaan adalah sumber sekaligus sarana belajar. Untuk menjadikan perpustakaan nyaman, tertib, dan menjadikan pemgunjungnya betah berada di dalamnya, menurut Bu As, semua pengunjungnya harus menaati tata aturan yang ada. “Kalau kita ingin tertib, taatilah aturannya. Pengguna yang acuh tak acuh terhadap tata-tertib menjadikan perpustakaan menjadi tidak nyaman. Perpustakaan adalah milik kita bersama, kita harus menjaganya bersama untuk kepentingan kita juga,” pesan Bu As. (EKO PUJIONO)

Tidak ada komentar: