Sabtu, 15 Agustus 2009

Tole Belajar Berhitung

Satu ditambah satu, dua … dua ditambah dua, empat. Satu ditambah satu, dua dan dua ditambah dua, empat …

Itu terdengar dari Perempuan Tua dalam naskah drama Malam Terakhir karya Yukio Mishima yang diterjemahkan oleh Toto Sudarto Bachtiar terbitan Pustaka Jaya 1979.
Dalam “pelajaran Matematika” yang cukup “sepele” itu, penjumlahan menjadi sesuatu yang menarik jika diungkapkan dalam drama. Apalagi kalau kita cermati lebih detail lagi. Kenapa? Bukankah dimanapun di sudut dunia ini satu ditambah satu samadengan dua, dua ditambah dua semadengan empat; apa yang beda? Tidak! Semua sama?

Anak-anak TK jika ditanya oleh gurunya soal penjumlahan itu pasti merujuk dengan jawaban itu. Anak SD pun sama. Siswa SMP, SMA, bahkan mahasiswa sekalipun pasti juga begitu. Adakah satu ditambah satu samadengan tiga atau empat? Atau dengan jawaban lain dan jawaban itu merupakan jawaban yang benar?

Kemungkinan untuk mendapatkan jawaban semacam itu ada. Bahwa satu ditambah satu tidak harus jawabannya dua, kemungkinan ada benarnya. Bahwa dua ditambah dua tidak harus jawabannya empat, kemungkinan ada benarnya.

Kemungkinan pertama jawaban yang menyatakan bahwa satu ditambah satu tidak harus hasilnya dua, saya dapat ketika saya masih bersekolah di Sekolah Dasar. Waktu itu saya masih duduk di kelas lima, tahun 1998.

Dalam guyonan dengan beberapa teman, saya diberi pertanyaan oleh salah satu teman, “Tole, satu ditambah satu berapa?”

Saya bingung menjawabnya biarpun saya tahu bahwa satu ditambah satu samadengan dua. Saya berpikir, ”Ini pasti pertanyaan jebakan.”
“Bisa ndak!”
“Dua, kan?” jawabku.
“Salah tahu! Satu ditambah satu itu jawabannya tergantung. Ambil contoh, bapakmu ada satu ditambah ibumu ada satu hasilnya kamu dan dua adikmu, jadinya lima. Hua..ha..ha.ha…”
Suasana menjadi meledak oleh tawa. Oooo…., begitu tho.

***

Kemungkinan kedua jawaban yang menyatakan bahwa satu ditambah satu tidak harus hasilnya dua, saya dapat ketika selama beberapa tahun bergaul dengan seseorang bernama Nugroho Heru, salah satu orang yang nyentrik di dunia ini. Katanya, satu ditambah satu jawabannya tidak harus dua, tergantung “KESEPAKATAN”.

Kenapa begitu? Sistem bilangan yang kita pakai saat ini adalah hasil kesepakatan kita. Kalau dari kesepakatan, urutan bilangan adalah satu, tiga, dua, lima, empat, dst., bukan satu, dua, tiga, empat, lima, dst., maka benar satu ditambah satu sama dengan tiga.

Lalu, apa yang dapat kita pelajari dari “hitungan ngawur” ini? Yang pasti kita menjadi tahu bahwa kemungkinan-kemungkinan itu selalu ada. Bahwa di sisi kemungkinan yang sudah pasti, masih ada kemungkinan lain yang menyertainya. Entah itu benar atau salah, baik atau buruk itu bergantung pada “kesepakatan” pada diri kita dan pada diri orang-orang di muka bumi ini untuk mengakui dan meyakini dengan bukti-bukti bahwa itu benar atau salah, baik atau buruk.

“Waaah…., pelajaran sederhana,” kata Tole sambil tersenyum kecil berlalu meninggalkan panggung pementasan.

Tidak ada komentar: